Senin, 03 Januari 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM SENSORINEURAL (GANGGUAN PENDENGARAN)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM SENSORINEURAL (GANGGUAN PENDENGARAN)

1.      Anatomi Fisiologi Telinga












Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1.      Telinga Luar, terdiri dari :
a.       Pinna/Aurikel/Daun Telinga
Pinna merupakan gabungan tulang rawan yang diliputi kulit, melekat pada Sisi kepala. Pinna membantu mengumpulkan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus.
b.      Liang Telinga/Kanalis Autikus Externus (KAE)
Memiliki tulang rawan pada bagian lateral dan bertulang pada bagian
medial, seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang rawan ini. Terdapat di KAE adalah sendi temporoman-dibular, yang dapat kita rasakan dengan ujung jari pada KAE ketika membuka dan menutup mulut.
c.       Kanalis Auditorius Exsternus
Panjangnya sekitar 2,5 cm, kulit pada kanalis mengandung kelenjar glandula seruminosa yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut juga serumen. Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan kulit. Kanalis Auditorius Eksternus akan berakhir pada membran timpani.
2.      Telinga Tengah, terdiri dari :
a.       Membran Timpani/Gendang Telinga membatasi telinga luar dan tengah.
Merupakan suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncak-nya umbo mengarah ke medial. Membrane timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis, lapisan fibrosa, tempat melekatnya tangkai malleus dan lapisan mukosa di bagian dalamnya.
b.      Kavum Timpani
Dimana terdapat rongga di dalam tulang temporal dan ditemu-kan 3 buah tulang pendengaran yang meliputi :
1)      Malleus, bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga.
2)      Inkus, menghubungkan maleus dan stapes.
3)      Stapes, melekat pda jendela oval di pintu masuk telinga dalam.
c.       Antrum Timpani
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak dibagian bawah samping kavum timpani, antrum dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan dari lapisan mukosa kavum timpani, rongga ini berhubungan dengan beberapa rongga kecil yang disebut sellula mastoid yang terdapat dibelakang bawah antrum di dalam tulang temporalis.
d.      Tuba Auditiva Eustakhius
Dimana terdapat saluran tulang rawan yang panjangnya ± 3,7 cm berjalan miring kebawah agak ke depan dilapisi oleh lapisan mukosa. Tuba Eustakhius adalah saluran kecil yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga.
3.      Telinga Dalam, terdiri dari :
telinga dalam terdapat jauh didalam bagian petrous tulang temporal, didalamnya terdapat organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis) dan saraf cranial VII (nervus fasialis) dan nervus VIII (nervus kokleovestibularis).

2.      Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh pinna dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan lurus membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getaran tersebut akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibula bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe sehingga akan menimbulkan gerakan relative antara membran basalis dan membrantektoria.
Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini meimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis.

v  ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna/aurikula), meatus autikus eksternus, kanalis auditorius eksternus dan membran timpani. Pinna merupakan gabungan dari rawan yang diliputi kulit. Kanalis auditorius eksternus memiliki tulang rawan pada bagian lateral dan bertulang pada bagian medial.
Telinga luar berfungsi menggumpulkan dan menghantarkan gelombang bunyi ke struktur-struktur telinga tengah, karena keunikan anatomi aurikula serta konfigurasi liang telinga yang melengkung atau seperti spiral, maka telinga luar mampu melindungi membrane timpani dari trauma, benda asing dan efek termal. Salah satu perlindungan yang diberikan telinga luar adalah dengan pembentukan serumen atau kotoran telinga, yang sebagian besar terdiri dari struktur kelenjar sebasea dan apokrin.
Kondisi-kondisi yang mempengaruhi telinga luar adalah :
1)         Malformasi congenital
Malformasi congenital pada telinga luar adalah sebagai akibat gangguan
perkembangan arkus brakial 1 dan 2 diantaranya adalah :
a.         Atresia Liang Telinga
Kelainan ini jarang ditemukan, penyebabnya belum diketahui dengan jelas, diduga oleh factor genetic seperti infeksi virus atau intoksikasi bahan kimia pada kehamilan muda misalnya talidomida. Manifestasi klinis yang tampak adalah daun telinga yang tidak tumbuh dan liang telinga yang atressia sehingga tindakan yang dapat dilakukan untuk kelainan ini adalah rekonstruksi yang bertujuan memperbaiki fungsi pendengaran juga untuk kosmetik.
b.         Mikrotia atau Makrotia
       







Gambar Mikrotia
Sumber : www . microtia.bikinsitus.com & www.kbb.uludag.edu.tr

        Pinna yang sangat besar (makrotia) atau sangat kecil (mikrotia). Secara umum deformitas pinna berkorelasi dengan deformitas pada membran timpani dan telinga tengah dalam derajat yang dapat diperkirakan. Intervensi yang dapat dilakukan adalah perbaikan kosmetik dari pinna sendiri sebelum anak berinteraksi di lingkungan sekolah.
c.          Fistula Preaurikular





        Sumber : www . cechin.com.ar
        Fistula dapat ditemukan di depan tragus dan sering terinfeksi. Pada keadaan tenang tampak muara fistula berbentuk bulat atau lonjong, berukuran seujung pensil, dan dari muara tersebut sering keluar secret yang berasal dari kelenjar sebasea.
d.          Lop Ear (Bat’s Ear)



Lopp Ear, Sumber : www.nzma.org.nz
        Merupakan bentuk abnormal dari daun telinga, dimana daun telinga tampak lebih lebar dan lebih berdiri. Secara fisiologis tidak terdapat gangguan body image karena berpengaruh pada estetika.

2)      Trauma
            Trauma pada telinga luar dapat merusak dan menghancurkan aurikula dan
      kanalis autikus eksternus, yang termasuk bagaian dari trauma ini diantaranya :
a. Laserasi
Trauma akibat laserasi biasa terjadi karena klien tampak mengorek-ngorok telinga dengan jari atau penjepit rambut atau klip kertas. Laserasi dinding kanalis dapat menyebabkan
b. Frostbite
Frostbite pada aurikula dapat timbul dengan cepat pada lingkungan bersuhu rendah dengan angin dingin yang kuat, pemanasan yang cepat dinjurkan seperti dengan mengguyur telinga yang terkena dengan air hangat bersuhu 100 dan 108ºF sampai terlihat tanda-tanda pencairan.
c. Hematoma
Hematoma telinga luar sering dijumpai pada pengulat dan petinju akibat penumpukan bekuan darah diantara perikondrium dan tulang rawan, yang dapat berakibat terbentuknya telinga bunga kol jika tidak diobati, oleh karena itu perlunya tindakan insisi dan drainage kumpulan darah dalam kondisi steril diikuti dengan pemasangan balutan tekan khususnmya pada konka. Pada para pegulat atau petinju perlunya memakai pelindung kepala saat latihan atau saat bertanding.

3)      Infeksi dan Non Infeksi Pada Pinna, Aurikula dan Kananlis Autikus Eksternus
a.      Serumen
Adalah secret kelenjar sebasea dan apokrin yang terdapat pada bagia kartilaginosa liang telinga yang diketahui memiliki fungsi sebagai sarana pengangkut debris epitel dan kontaminan untuk dikeluarkan dari membrane timpani. Serumen juga berfungsi sebagai pelumas dan dapat mencegah kekeringan dan pembentukan fisura pada epidermis.      
Pada keadaan normal serumen tidak akan tertumpuk di liang telinga, tetapi
akan keluar sendiri pada waktu mengunyah dan setelah sampai diluar liang telinga
akan menguap oleh panas. Penumpukan serumen yang berlebihan akan menimbulkan gangguan pendengaran, juga bila liang telinga kemasukan air maka serumen akan mengembang sehingga menyebabkan rasa tertekan yang menggangu pendengaran. Interfensi kolaboratif yang dianjurkan adalah :
1.              Pemberian obat tetes telinga untuk waktu yang singkat, seperti minyak mineral, H2O2 3%,
2.              Irigasi telinga dengan campuran air (sesuai suhu tubuh) dan H2O2 3%, dalam melakukan irigasi ini harus berhati-hati agar tidak merusak membrane timpani dan jika tidak dapat memastikan keutuhan membrane timpaniu sebaiknya irigasi tidak dilakukan.
3.              Jika klien mengeluh telinganya tersumbat maka perlunya dilakukan penghisapan dengan   menggunakan forceps alligator tipe Hartmann.

b.      Benda Asing
Benda asing yang sering ditemukan pada liang telinga dapat berupa :
1. Benda hidup seperti serangga (kecoa, semut atau nyamuk)
2. Benda mati seperti komponen tumbuh-tumbuhan atau mineral ?(kacang kacangan, karet penghapusan, potongan korek api, dll)
            Intervensi yang dapat dilakuakan adalah kerjasama yang baik antara klien dengan dokter , karena usaha mengeluarkan benda asing oleh klien sendiri seringkali akan mendorong benda asing lebih ke dalam. Tindakan yang harus diperhatikan oleh perawat :
a.      Bila benda asing berupa serangga, maka harus dimatikan terlebih dahulu sebelum serangga dikeluarkan, dengan memasukan tampon basah ke liang telinga lalu meneteskan cairan misalkan larutan rivanol ke liang telinga selama 10 menit, lalu lakukan irigasi dengan air sesuai suhu tubuh untuk mengeluar-kannya.
b.       Bila benda asing berupa kacang-kacangan, maka teteskan minyak mineral yang berguna untuk melunakan kacang-kacangan tersebut dan lakukan irigasi dengan air untuk mengeluarkannya.
c.        Bila benda asing yang besar dapat ditarik dengan pengait serumen dan yang kecil dapat diambil dengan kunam atau pengait.

c.        Otitis Eksternus
            Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis disebabkan oleh bakteri dapat terlogalisir atau difus, telinga rasa sakit. Faktor ini penyebab timbulnya otitis eksterna ini, kelembaban, penyumbatan liang telinga, trauma local dan alergi.
            Faktor ini menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma local yang mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan menimbulkan eksudat. Bakteri patogen pada otitis eksterna akut adalah pseudomonas (41 %), strepokokus (22%), stafilokokus aureus (15%) dan bakteroides (11%).       
            Terbagi atas Konsep Otitis Eksternus dan Proses Keperawatannya
1.      Konsep Otitis Eksternus
A.    Pengertian
·         Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis disebabkan oleh bakteri dapat terlogalisir atau difus, telinga rasa sakit.
·         Otitis eksterna adalah radang merata kulit liang telinga yang disebabkan oleh kuman maupun jamur (otomikosis) dengan tanda-tanda khas yaitu rasa tidak enak di liang telinga, deskuamasi, sekret di liang telinga dan kecenderungan untuk
kambuhan.
Adalah peradangan, infeksi atau respon alergi pada struktur Kanalis Autikus Eksternal atau Aurikula. Infeksi dapat terjadi sebagai akibat factor-faktor predisposisi
a.       Perubahan pH kulit kanalis yang biasanya asam menjadi basa.
b.      Perubahan lingkungan terutama gabungan peningkatan suhu tubuh dan kelembaban.
c.       Suatu trauma ringan seringkali karena berenang atau membersihkan telinga secara berlebihan.
B.     Etiologi
1.      Agen infeksi berupa bakteri atau jamur :
Ø  Pseudomonas Aeruginosa
Ø  Streptococcus
Ø  Staphylococcus
Ø  Aspergillus
2.      Allergen eksternal berupa:
Ø  Kontak dengan kosmetik
Ø  Hair spray
Ø  Earphone
Ø  Anting-anting
Ø  Hearing aid (Alat Bantu Mendengar)
C.     Patoflow diagram
Agen iritan (allergen)
Agen infeksus
Masuk dan kontak dengan lapisan epitel telinga luar
Respon alergi dan respon peradangan dengan/tanpa infeksi
kulit kemerahan           Ggn Rasa Nyaman Nyeri
bengkak
nyeri bila disentuh
obstruksi pada kanal auditorius eksternus       konductive hearing loss          Ggn Persepsi
Sensory   Pendengaran

D.    Klasifikasi Otitis Eksterna
Otitis Eksternus terbagi atas:
Ø  Otitis Eksterna Akut meliputi Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel) dan Otitis Eksterna Difusi
Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel)/Bisul adalah infeksi bakteri (Staphylococcus) pada folikel rambut, biasanya lokasi pada ½ bagian luar dari kanal eksternal. Keluhan klien yang dapat muncul adalah nyeri, area bengkak dan kemerahan, kemungkinan ditemukan cairan purulen bila didapatkan furunkelpecah dan lambat laun terjadi gangguan pendengaran bila lesi menyumbat kanal. Intervensi yang diberikan adalah terapi sistemik dengan pengobatan topical dengan tampon yang diberi tetes telinga yang mengandung antibiotika.
Otitis Eksterna Difusi adalah infeksi bakteri (Pseudomonas) yang biasanya terjadi pada cuaca yang panas dan lembab, disebut juga ‘Swimmer’s ear’. Keluhan klien yang muncul adalah nyeri tekan tragus, kulit liang telinga hipermi, kadang-kadang terdapat secret yang berbau, edema dengan tidak jelas batasnya serta tidak terdapat furunkel. Intervensi yang diberikan adalah dengan memasukan tampon yang mengandung antibiotica ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang meradang, juga dapat pula diberikan obat antibiotika sistemik.
Ø  Otitis Eksterna Kronik
Otitis Eksterna Kronis adalah infeksi bakteri yang tidak diobati dengan baik, trauma berulang, adanya benda asing, penggunaan cetakan telinga pada Alat Bantu Mendengar yang menyebabkan infeksi kronis.
Akibatnya terjadi penyempitan liang telinga oleh pembentukan jaringan parut (sikatrik). Intervensi kolaboratif adalah dengan cara operasi rekonstruksi liang telinga.

E.     Insiden
1.      Sering terjadi pada musim panas dimana banyak orang menikmati olahraga air (berenang di danau, laut atau kolam renang)
2.      Klien yang mengalami trauma terbuka pada kanalis akustikus eksterna akan lebih mudah mengalami infeksi.

F.      Penatalaksanaan
1.      Membersihkan liang telinga dengan penghisap atau kapas dengan hati-hati.
2.      Penilaian terhadap secret, edema dinding kanalis dan membrane timpani bila memungkinkan.
3.      Terapi antibiotika local, topical dan sistemik
4.      Terapi analgetik

2.      Proses Keperawatan
A.    Pengkajian
Ø  Perawat perlu melakukan anamnesa dari keluhan klien seperti :
-          Nyeri saat pinna dan tragus bergerak
-          Nyeri pada liang telinga
-          Telinga terasa tersumbat
-           Perubahan pendengaran
-          Keluar cairan dari telinga yang berwarna kehijauan
Ø  Riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan kepada klien diantaranya
adalah:
-          Kapan keluhan nyeri terasa oleh klien?
-          Apakah klien dalam waktu dekat lalu berenang di laut, kolam renang ataukah didanau?
-          Apakah klien sering mengorek-ngorek telinga sehingga mengakibatkan nyeri setelah dibersihkan?
-          Apakah klien pernah mengalami trauma terbuka pada liang telinga akibat terkena benturan sebelumnya?
-          Apakah klien seorang petinju atau pegulat yang sering mengalami trauma pada telinganya?

B.     Diagnosis Keperawatan
1.       Gangguan rasa nyaman nyeri : nyeri pada telinga b.d reaksi inflamasi, reaksi infeksi pada telinga.
2.      Perubahan persepsi sensory : pendengaran b.d obstruksi pada kanalis akustikus eksternus akibat infeksi oleh agen bakteri dan allergen.
3.      Resiko tinggi terjadi infeksi b.d perkembangan penyakitnya.
4.      Resiko tinggi injury b.d penurunan proses pendengaran.
5.      Harga diri rendah b.d gangguan pada pendengaran, telinga sakit.
6.       kurang pengetahuan mengenai penyakit penyebab, penatalaksanaan dan prosedur pembedahan.

C.    Intervensi
Prinsip intervensi untuk Otitis Eksterna adalah mengurangi peradangan (infeksi) dan mengurangi edema serta nyeri yang dirasakan oleh klien, dengan cara :
1.      Kompres hangat local 20 menit selama 3 kali sehari dengan menggunakan handuk dan air hangat.
2.      Istirahat klien
3.      Membatasi gerakan kepala
4.      Kaji kemampuan klien dalam memberikan obat tetes telinga atau salep telinga
5.      Jelaskan pada klien tentang penyakit yang dialaminya, penyebab terjadinya penyakit tersebut dan kemungkianan rencana pembedahan yang akan dilakukan pada klien.
6.      Berikan support (dukungan) pada klien tentang usaha-usaha atau intervensi yang harus dilakukan bagi kesembuhannya.
7.      Jika edema mengakibatkan obstruksi kanal maka gunakanlah Earwick, dengan teknik : kassa yang sudah diberi tetes telinga antibiotika dimasukkan ke kanalis, dilakukan oleh dokter THT.
8.      Kolaborasi terapi antibiotika topical dan steroid
9.      Kolaborasi terapi analgetik seperti Acetylsalisilat acidm (Aspirin Entrophen) dan Acetaminophen (Tylenol,Abenol).

D.    Evaluasi
Tujuan yang diharapkan adalah :
1.      Rasa nyaman klien terpenuhi, nyeri berangsur-angsur hilang.
2.      Persepsi sensory pendengaran dalam batas normal.
3.      Tidak terjadi infeksi.
4.      Tidak terjadi resiko injury.
5.      Harga diri klien tidak terganggu.
6.      Pemahaman klien mengenai penyakit, penyebab dan prosedur pembedahan bertambah.

4)      Neoplasma
Berbagai lesi kulit termasuk neoplasma dapat ditemukan pada aurikula dan liang telinga. Osteoma adalah suatu tumor jinak pada dinding liang telinga yang tampak sebagai benjolan tunggal, kertas dan bundar yang menempel pada sepertiga bagian dalam telinga.
Eksostosis adalah tumor berupa tonjolan bundar dari tulang kanalis yang hipertropik (biasanya multiple dan bilateral). Etiologi belum diketahui dengan pasti, tetapi dapat disebabkan oleh karena sering berenang dalam air dingin.
Karsinoma sel gepeng merupakan keganasan yang paling sering pada liang telinga dapat segera disembuhkan dan ditangani dengan cepat jika didiagnosis secara dini demikian juga dengan karsinoma sel basal. Pengobatan awal yang lebih dipilih adalah eksisi bedah.



v   
v  ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN TELINGA TENGAH
Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari membrane timpani, bila dilihat dari arah liang telinga berbentuk bundar dan lekung dan gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial.
Membrane timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis, lapisan fibrosa tempat melekatnya tangkai maleus dan lapisan mukosa dibagian dalamnya. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan, prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik, ditempat ini terdapat aditus adantrum yaitu lubang yang menghubungkan daerah nasopharing dengan telinga tengah.
Penyakit pada telinga tengah banyak ditemukan diseluruh dunia, seperti beberapa penelitian menunjukan bahwa otitis media merupakan masalah paling umum terutama pada anak-anak. Yang termasuk Gangguan pada Telinga Tengah diantaranya:

A.    Penyakit Membran Timpani
Membran Timpani normalnya memberikan refleks cahaya (cone of ligh) positif yang berarti cahaya dari luar dapat dipantulkan oleh membrane timpani. Penyakit Membran timpani terjadi secara primer yaitu berasal dari membran timpani dan dapat pula terjadi akibat adanya penyakit yang mendahuluinya seperti Otitis Media dan Mastoiditis.
Jika terjadi peradangan pada membran timpani dapat terlihat bercak-bercak putih tebal akibat timbunan kolagen terhialinisasi pada lapisan tenaghnya sebagai akibat peradangan terdahulu (timpanosklerosis). Retraksi membran timpani dapat pula terjadi bila vakum dalam telinga tengah atau dapat menonjol bila terdapat cairan, infeksi atau massa jaringan dalam telinga tengah. Otitis media kronis dengan keluarnya secret selalu disertai perforasi membrane timpani yang serius.
Intervensi kolaboratif pada Penyakit Membran Timpani adalah pemberian tetes telinga antibiotika seperti eritromisin, yang merupakan obat pilihan untuk menghilangkan nyeri, adanya bulging atau vesikel dapat dipecahkan dengan jarum halus atau miringotomi.

B.     Gangguan Tuba Eustakhius
Tuba Eustakhius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasopharing dan sepertiga bagian lateral tuba berhubungan dengan telinga berupa tulang sedangkan dua pertiga medial adalah fibrokartilaginosa. Fungsi Tuba Eustakhius adalah untuk ventilasi, drainage secret dan menghalangi masuknya secret dari nasopharing ke telinga tengah.
Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar, ini dapat dibuktikan :
·         Perasat Valsava
Teknik yang dilakukan dengan cara meniupkan dengan kertas dari hidung dipijat serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa udara masuk kedalam telinga tengah yang menekan membrane timpani kearah lateral seperti “meletup”. Perasat ini tidak boleh dilakukan apabila terjadi infeksi pada jalan nafas.
·         Perasat Tyonbee
Teknik yang dilakukan dengan cara menelan ludah sambil hidung dipijat serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa membrane tympani tertarik ke medial. Perasat ini lebih fisiologis.
Drainage secret akan dialirkan ke nasopharing melalui tuba eustakhius yang berfungsi normal. Jika tuba tersumbat, maka akan tercipta keadaan vakum dalam telinga tengah, sumbatan yang lama dapat mengarah pada peningkatan produksi cairan yang akan memperberat masalah klien. Bila tidak dapat diatasi dengan pengobatan, maka keadaan vakum harus dihentikan dengan miringotomi sehingga cairan dapat didrainage melalui kanalis akustikus eksternus.
Tuba Eustakhius biasanya dalam keadaan tertutup dan baru akan terbuka apabila oksigen diperlukan masuk ketelinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan dan menguap.
Karena selalu tertutup inilah maka tuba eustakhius dapat melindungi telinga tengah dari kontaminasi sekrei telinga tengah dan organism patologik. Gangguan pada Tuba Eustakhius antara lain berupa Tuba Terbuka Abnormal, Myoklonus Palatal, Palatoskisis dan Obstruksi Tuba.
·         Barotrauma
Adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba-tiba di luar telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau menyelam, yang menyebabkan tuba gagal membuka.
Apabila perbedaan tekanan melebihi 90 mmHg, maka otot yang normal aktivitasnya tidak mampu membuka tuba. Pada keadaan ini terjadi tekanan negative sehingga cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadangkadang disertai dengan rupture pembuluh darah, yang dapat menyebabkan cairan di telinga tengah dan rongga mastoid tercampur darah.
Manifestasi klinis berupa nyeri pada telinga, klien mengeluh kurang jelas pendengarannya, autofonia, perasaan ada air dalam telinga dan kadang-kadang tinnitus dan vertigo.
Intervensi yang dapat dilakukan diantaranya adalah :
a.       Melakukan Perasat Valsava salama tidak ada infeksi pada jalan nafas atas.
b.      Terapi dekongestan.
c.       Jika cairan masih menetap ditelinga tengah sampai beberapa minggu maka dianjurkan untuk tindakan miringotomi dan bila perlu pemasangan pipa ventilasi (Grommet).
Usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan selalu mengunyah permen karet atau melakukan Perasat Valsava, terutama sewaktu dalam pesawat terbang mulai turun untuk mendarat.

C.    Gangguan pada Rantai Osikula
Pada telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran (rantai osikula) yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes yang mentransmisikan suara dari membrane tympani ke fenestra yang dapat disebabkan oleh infeksi, trauma ataupun proses congenital dapat menghambat transmisi suara ke tempat lainnya.
Kelainan Kongenital
Osikula dapat mengalami kelainan bentuk, terputus ataupun terfiksasi secara congenital, bentuk yang paling umum adalah hilangnya sebagian inkus dam fiksasi stapes. Liang telinga dapat sama sekali tidak berkembang atau berujung buntu atau tumbuh dengan penyempitan konsentris. Hal ini secara fungsional dapat menyebabkan ketulian congenital yang seharusnya mendapatkan terapi secara dini.
Koreksi kosmetik dari mikrosa perlu segera dilakukan sebelum anak masuk sekolah serta perunya alat Bantu mendengar yang menempel pada tulang pendengaran agar anak dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
·         Otosklerosis
1.      Pengertian
Otosklerosis adalah penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami spongiosis si daerah kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat menghantarkan getaran suara ke labirin dengan baik.
Pengertian lain Otosklerosis adalah pengeseran telinga dimana dalam
kondisi ini kelebihan tulang stapes mengakibatkan hilangnya gerakan stapes.
2.      Patofisiologi
Kondisi otosklerosis mengenai stapes dan diperkirakan disebabkan oleh pembentukan tulang spongius yang abnormal, khususnya sekitar jendela ovalis yang mengakibatkan fiksasi stapes yang menyebabkan kehilangan pendengaran konduktif.
3.      Etiologi
Otosklerosis merupakan gangguan herediter yang dimulai sejak remaja dengan bentuk dominant autosomal yang diwariskan.
4.      Insiden
Terjadi lebih banyak pada Caucasian dan Perempuan yang dapat mem perberat kehamilan.
5.      Tanda dan Gejala
a.       Tes Rinne abnormal.
b.      Hilangnya pendengaran secara progesive lambat.
c.       Membrane tympani normal atau berwarna orange kemerahan karena terjadi peningakatan vaskularisasi dari telinga tengah.
6.      Penatalaksanaan
a.       Pengangkatan stapes yang diganti dengan prosthesis metallic (stapedektomy).
b.      Penggunaan fluorikal (suplemen fluoride) dapat memperlambat pertumbuhan tulang spongiosa abnormal.
c.       Pemakaian Alat Bantu Dengar.
7.      Proses Keperawatan klien dengan Post Operasi pada Otosklerosis
a.       Pengkajian :
Fungsi pendengaran :
- Vertigo
- Tinitus
b.      Diagnosa keperawatan dan Intervensi :
DK : Resiko tinggi intoleransi aktivitas b.d bedrest, vertigo setelah operasi stapedektomy.
c.       Intervensi :
-          Kaji pasien : nyeri, mual atau pusing
-          Dorong pasien untuk latihan aktivitas fisik secara bertahap.
-          Instruksikan pasien untuk istirahat baringa dengan memutarkan kepalanya ke samping dengan telinga yang dioperasi menghadap ke atas untuk menjaga posisi protese.
-          Mengatur pemberian analgetik, suppressant vestibular, obat mual jika diperlukan.

·         Otitits Media
a.       Pengertian
Otitis media adalah pendengaran sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustakhius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
b.      Pembagian Otitis Media
Otitis media terbagi atas :
1.      Otitis media supuratif, terdiri dari :
-                      Otitis Media Supuratif akut = otitis media akut (OMA)
-                      Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK/OMP)
2.      Otitis media non supuratif, terdiri dari :
-                      Otits Media Serosa Akut (barotraumas)
-                      Otitis Media Serosa Kronis
Disini akan dijelaskan Proses Keperawatan pada klien dengan Otitis Media secara komperhensip.
A.     Otitis Media Akut (OMA)
1.       Pengertian
Otitis Media Akut (OMA) adalah infeksi akut telinga tengah. (Brunner and Sudath. 1997 :2050)
Otitis Media Akut (OMA) adalah penyakit yang disebabkan oleh serangan mendadak dari infeksi bakteri dalam telinga bagian tengah. (CharleneJ.Reevas.2001:16)
2.      Etiologi
Penyebab utama Otitis Media Akut (OMA) :
a.       Masuknya bakteri patogenik (Streptococcus Pnemoniae, Hemophillus Influenza, Moraxella Catarrhalis) ke dalam telinga tengah.
b.      Disfungsi tuba eustakhius, seperti obstruksi yang diakibatkan infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi jaringan disekitar (sinusitis,hipertropi adenoid), atau reaksi alergi (rhinitis Alergika)
3.      Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme (Streptococcus Pnemoniae, Hemophillus Influenza, Moraxella Catarrhalis) ke telinga tengah dai nasopharing atau telinga luar melalui tuba eustakhius yang mengalami infeksi.
Mukosa yang melapisi tuba Eustakhius, telinga tengah, dan sel-sel mastoid mengalami peradangan akut. Mukopus terkumpul di dalam telinga dan sel-sel udara. Tekanan dalam telinga tengah makin meningkat, gendang telinga meradang, disebabkan oleh nekrosis iskhemik. Mukopus kemudian keluar ke telinga luar.
Gendang telinga menyembuhkan dan tuba eustakhius terbuka lagi. Peradangan biasanya sembuh dengan pengobataan yang efektif dan telinga tengah kembali pada bentuk dan fungsi normal. Tetapi kadang-kadang peradangan terus berlangsung dan diikuti dengan komplikasi.
4.      Patoflow Otitis Media Akut (OMA)
E/ Mikroorganisme (S.Pnemoniae, H. Influenza, M. Cattharlis)
Yang berasal dari nasopharing dan infeksi telinga
luar masuk ke telinga tengah
telinga tengah radang        Tekanan telinga tengah
Gendang telinga radang, pecah o/k nekrosis ischemia
Mukopus keluar ke telinga tengah            gangguanrasa nyeri
-          Otlagia
-          Demam            peningkatan suhu tubuh
-          Tinnitus                                               gangguan persepsi pendengaran
-          Kurang pendengaran
5.      Tanda dan Gejala : tergantung berat ringannya infeksi
a.       Otlagia (nyeri telingah), akan hilang secara spontan jika terjadi perforasi spontan membrane timpani.
b.      Keluarnya cairan dari telinga
c.       Demam
d.      Kehilangan pendengaran
e.       Tinitus
6.      Stadium Otitis Media Akut
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium yaitu :
a.       Stadium oklusi tuba eustakhius adalah adanya gambaran retraksi akibat terjadinya tekanan negative di dalam tekanan tengah, karena adanya absorbs udara. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sukar dibedakan dengan Otitis Media Serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
b.      Stadium hiperemesis (stadium presupurasi)
Stadium ini tampak pembuluh daerah yang melebar di membrane timpani atau seluruh membrane timpani tampak hiperemesis serta edema. Secret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
c.       Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membrane timpani menonjol kea rah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sakit, suhu meningkat, rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi ischemia akibat tekanan pada kapiler dan timbulnya trombophlebitis pada vena kecil dan nekrosis mukosa, dan submukosa. Nekrosis terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan dan di tempat ini akan terjadi ruptur.
d.      Stadium perforasi
Akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar, pada keadaan ini anak yang tadinya gelisah menjadi tenang, suhu badan turun dan anak tidur nyenyak. Keadaan ini disebut Otitis Media Akut Stadium Perforasi.
e.       Stadium resolusi
Bila membran timpani utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali, bila sudah perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahanm tubuh baik atau virulensi kuman reda, maka resolusi dapat terjadi, walaupun tanpa pengobatan.
7.      Insiden
Infeksi telinga bagian tengah, merupakan infeksi yang paling umum ditemukan pada anak-anak berumur kurang dari 4 tahun.
8.      Komplikasi
a.       Sukar menyembuh
b.      Cepat kambuh kembali setelah nyeri telingaa berkurang
c.       Ketulian sementara atau menetap
d.      Penyebaran infeksi ke struktur sekitarnya yang menyebabkan mastoiditis akut, kelumpuhan saraf facialis, komplikasi intracranial (meningitis, abses otak), thrombosis sinus lateralis.
9.      Tes diagnostic
a.       Pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit
b.      Audiometric impedans, Audiometri Nada Murni
c.       Kultur organism
10.  Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya
a.       Stadium oklusi
Pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan negative di telinga tengah hilang. Pemberian obat tetes hidung : HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis (usia di atas 12 tahun) sumber infeksi harus diobati, antibiotika diberikan bila penyebab penyakit adalah kuman bukan virus atau alergi
b.      Stadium presupurasi
Pemberian antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran timpani terlihat hiperemis difus dilakukan Miringotomi. Antibiotika yang diajurkan golongan Penicillin diberikan Eritromisin.
c.       Stadium supurasi
Pemberian antibiotika dan tindakan miringotomi jika membran timpani masih utuh untuk menghilangkan gejala klinis dan ruptur dapat dihindari.
d.      Stadium resolusi
Pemberian antibiotika dilanjutkan sampai 3 minggu jika tidak terjadi resolusi.

Proses Keperawatan Pada Pasien dengan Otitis Media Akut
1.      Pengkajian
Pengumpulan pengkajian data melalui riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik seperti di bawah ini :
a.       Riwayat kesehatan : adakah baru-baru ini infeksi pernafasan atas ataukah sebelumnya klien mengalami ISPA, ada nyeri daerah telinga, perasaan penuh atau tertekan di dalam telinga, perubahan pendengaran.
b.      Pemeriksaan fisik : tes pendengaran, memeriksa membran timpani.
2.      Diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d adanya oedema jaringan, efusi telinga tengah, proses infeksi/inflamasi pada telinga bagian tengah.
Tujuan : meningkatkan rasa nyaman
Intervensi :
-          Kaji tingkat nyeri, kualitas dan lokasi nyeri.
R : untuk menentukan sumber dari nyeri karena nyeri dari otitis medi tidak sama dengan otitis eksternal.
-          Anjurkan untuk menggunakan obat analgeti seperti aspirin, atau asetaminofen setiap 4 kali sehari sesuai kebutuhan untuk menghilangkan nyeri dan panas.
R : aspirin mempunyai efek antiinflamatori yang dapat membantu menghilangkan inflamasi dari telinga.
-          Anjurkan untuk menghangatkan telinga untuk mengurangi kontraindikasi.
R : menghangatkan dapat melebarkan pembuluh darah, meningkatkan reabsorbsi dari cairan dan mengurangi bengkak.
-          Ajarkan untuk melaporkan segera nyeri yang tiba-tiba untuk perawatan primer.
R : nyeri yang tiba-tiba mengindikasikan adanya perforasi spontan dari membran timpani dengan tekanan tiba-tiba dari telinga tengah.
3.      Discharge planning (perencanaan pulang)
Klien dengan otitis media memerlukan pendidikan tentang gangguan, penyebab dan pencegahan dan pengobatan spesifik yang direkomendasikan atau diperintahkan. Diskusikan masalah dibawah ini dengan klien dan keluarga :
a.       Terapi antibiotika dan kemungkinan efek samping
b.      Follow up kesehatan dalam 2-4 minggu.
c.       Hindari berenang, menyelam, mengorek telinga.



B.     Otitis Media Kronis (OMK)
1.      Pengertian
OMK adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan karena episode berulang OMA (Bruner and Suddath. 1997 : 2052).
OMK adalah perforasi membran timpani secara permanen, dengan atau tanpa pengeluaran pus dan kadang-kadang disertai oleh perubahan dalam mukosa dan struktur tulang dari telinga tengah. (Pricilla Lemone. 2001 : 1496).
2.      Etiologi
-          Otitis media kronis biasanya disebabkan karena pengulangan dari penyakit otitis media akut dan disfungsi tuba akustikus.
-          Trauma atau penyakit lain.
3.      Patofisiologi
Otitis media yang berulang akan menghancurkan pars tensa dan tulang dan tulang pendengaran, luasnya kerusakan tergantung dari berat dan seringnya penyakit tersebut kambuh. Prosesus longus inkus menderita paling dini karena aliran darah ke bagian ini kurang. Klien tidak pernah mendapatkan suatu komplikasi yang berat.
4.      Tanda dan Gejala
a.       Kehilangan Pendengaran
b.      Otorea intermitten atau persisten yang bau busuk
c.       Tidak ada nyeri
d.      Pada pemeriksaan audiogram menunjukan tuli konduktif dalam berbagai derajat
5.      Test Diagnostik
a.       Otoskopik Membran Timpani tampak perforasi dan Kolesteatoma dapat terihat sebagai massa putih dibelakang membrane timpani
b.      Audiometri memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran
6.      Penatalaksanaan
a.       Penanganan local : pembersihan hati-hati telinga menggunakan mikroskop dan alat penghisap, pemberian antibiotika tetes
b.      Timpanoplasti, untuk mengembalikan fungsi telinga tengah, menutup lubang perforasi tengah, mencegah infeksi berulang dan memperbaiki pendengaran
c.       Prodesur bedah paling sederhana tipe I ( miringoplasti ) untuk menutup
lubang perforasi pada membrane timpani, tipe II sampai V untuk perbaikan yang lebih intensif struktur telinga tengah
d.      Mastoidektomi, untuk mengangkat kolesteatoma, mencapai struktur yang sakit, dan menciptakan telinga yang aman, kering dan sehat
7.      Kopmplikasi
a.       Kehilangan pendengaran sensorineural
b.      Disfungsi syaraf fasial
c.       Lateral sinus thrombosis
d.      Abses otak atau subdural
e.       Meningitis

C.     Otitis Media Perforasi (OMP)
a.       Pengertian
Otitis Media Akut Perforasi adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel – sel mastoid yang diikuti dengan rupturnya membrane tympani dan biasanya terdapat secret yang mengalir keluar dari telinga bagian tengah ke telinga bagian luar.
OMP adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan secret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul, sekret mungkin encer, kental, bening atau berupa nanah. (Dr Efiaty dan Prof Nurbaity Sp. THT)
b.      Patofisiologi
Otitis media akut dengan perforasi membrane timpani menjadi otitis media perforatif apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan.Bila pross infeksi kurang dari 2 bulan disebut otitis media supuratif subakut.
Beberapa factor yang menyababkan OMA menjadi OMP adalah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau hygiene buruk. Otitis Media Akut perforasi biasanya disebabkan karena adanya komplikasi dari infeksi saluran pernafasan bagian atas. Sekresi dan inflamasi dari infeksi saluran pernafasan bagian atas ini dapat menyebabkan terjadnya oklusi tuba Eustachii.
Normalnya, mukosa dari telinga bagian tengah mengabsorpsi udara di liang telinga bagian tengah. Jika udara tersebut tidak terabsorpsi karena adanya obstruksi tuba Eustachii, maka akan timbul suatu tekanan negative yang menyebabkan terjadinya suatu produksi secret yang serous. Sekret di telinga bagian tengah ini merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan mikroba. Dan dengan adanya infeksi saluran pernafasan bagian atas, memudahkan masuknya virus atau bakteri ke telinga tengah. Jika pertumbuhannya cepat, maka hal ini akan menyebabkan terjadinya infeksi telinga bagian tengah. Jika infeksi dan inflamasi ini terjadi secara terus menerus, hal ini dapat menyebabkan perforasi pada membran thympani.
c.       Insiden
Sering dijumpai pada anak-anak, bila terjadi pada orang dewasa kemungkina pada pasien yang menjalani radioterapi dan barotrauma seperti penyelam
d.      Tanda dan Gejala
-          Pasien mengeluh kehilangan pendengaran
-          Rasa penuh dalam telinga
-          Suara letup atau berderik yang terjadi ketika tuba eusakhius berusaha membuka.
e.       Test Diagnostik
-          Audiogram menunjukan adanya tuli konduktif dalam berbagai derajat
-          Otoscope pada membrane timpani tampak sklerotik (tidak terisi sel udara dan mungkin terdapat rongga dalam tulang akibat erosi oleh kolesteoma)
f.       Penatalaksanaan
-          Miringoplasti, bila kehlangan pendengaran yang berhubungan dengan efusi telinga tengah menimbulkan masalah bagi pasien
-          Mastoidektomie yang bertujuan menghilangkan jaringan patologis serta eradikasi kuman
-          Kortikosteroid dosis rendah, untuk mengurangi oedema tuba eustakhius pada kasus barotraumas

v  MASTOIDITIS
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang      terletak pada tulang temporal. Biasanya timbul pada anak-anak atau orang dewasa yang sebelumnya telah menderita infeksi akut pada telinga tengah. Gejala-gejala awal yang timbul adalah gejala-gejala peradangan pada telinga tengah, seperti demam, nyeri pada telinga, hilangnya sensasi pendengaran, bahkan kadang timbul suara berdenging pada satu sisi telinga (dapat juga pada sisi telinga yang lainnya).
Sumber : www . idmgarut.wordpress.com
Terbagi atas konsep penyakit Mastoditis dan Proses Keperawatan
a.       Konsep Penyakit Mastoiditis
1.      Mastoiditis merupakan suatu infeksi dari otitis media akut yang melanjutkan ke dalam sel udara mastoid (Lemone 2004 : 1496)
2.      Patofisiologi
Pada mastoiditis akut, tulang septal antara sel udara mastoid dihancurkan dan sel bergabung untuk membentuk ruang yang besar. Bagian dari jalannya mastoid terkikis. Dengan adanya infeksi kronis, dapat menyebabkan sebuah abses dapat terbentuk, atau sklerosis tulang dari mastoid.
Mastoiditis akut meningkatkan resiko meningitis karena hanya sebuah tulang yang sangat tips memisahkan sel udara mastoid dari otak. Beruntungnya, komplikasi ini jarang terjadi sejak pemberian antibiotika yang efektif untuk therapy otitis media.
3.      Patoflow Penyakit Mastoiditis
Tulang septal hancur                                      
Membentuk ruang yang besar                        
Infeksi kronik                                     
Abses, sklerosis tulang mastoid                                                                                  pendengaran
Nyeri telinga, Kemerahan                                  gangguan rasa nyaman nyeri
Inflamasi, bengkak, panas, sakit kepala
Pengeluaran cairan dari telinga           gangguan
Kehilangan pendengaran                    persepsi



4.      Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala mastoiditis akut biasanya berkembang antara 2 atau 3 minggu setelah episode dari otitis media akut dan termasuk :
a.       Sakit telinga
b.      Kehilangan pendengaran
c.       Tampak kemerahan dan inflamasi
d.      Bengkak dapat menyebabkan aurikula dari telinga menonjol melebihi dari normal (retroaurikula).
e.       Panas dapat disertai dengan tinnitus dan sakit kepala.
f.       Pengeluaran cairan dari telinga yang berlebihan perlu dicatat.
5.      Penatalaksanaan
a.       Pencegahan adalah focus primer dari kolaboratif dan tindakan keperawatan yang berhubungan dengan mastoiditis.
b.      Pengobatan antibiotika yang efektif dari otitis media akut mencegah mastoiditis pada tingkat awal.
c.       Mengikuti tindakan pembedahan, menetapkan secara hati-hati luka dan pengeluaran untuk membuktikan infeksi atau komplikasi lainnya.
d.      Pendengaran klien mungkin sementara atau menetap terpengaruh, tergantung pada luasnya operasi.
e.       Bicara pelan dan jelas, jangan berteriak atau bicara keras yang tidak biasa.
f.       Yakinkan keluarganya dan staff mengetahui tentang kehilangan pendengaran klien dan menggunakan tekhnik komunikasi yang sesuai.
g.      Membantu pasien dengan ambulasi awal, karena pusing dan vertigo biasanya mengikuti pembedahan.
h.      Pemberian antibiotika untravena seperti penicillin, Cefriaxone selama 14 hari.
i.        Jika tidak membaik dengan antibiotic maka dilakukan operasi Mastoidektomi, bersama dennganTimpanoplasti.
j.        Penghembusan udara melalui hidung, bersin dan batuj harus dihindari karena dapat meningkatkan tekanan pada telinga bagian tengah.
6.      Perawatan di rumah
a.       Pendidikan tentang mastoiditis akut, menekankan pentingnya pemberian terapi antibiotika dan menganjurkan untuk follow up.
b.      Instruksikan klien dan keluarga untuk melaprkan reaksi yang merugigak untuk perawatan primer.
c.       Ajarkan klien dan keluarga bagaimana teknik aseptic.
           
Proses Keperawatan Untuk Pasien Yang Menjalani Pembedahan Mastoid
1.      Pengkajian
a.       Riwayat kesehatan : penggambaran lengkap masalah telinga, otorea, kehilangan pendengaran
b.      Pengkajian fisik observasi adanya eritema, oedema, otorea, lesi dan bau cairan yang keluar
c.       Hasil audiogram harus dikaji
2.      Diagnose Keperawatan
a.       DK : Ansietas b.d prosedur pembedahan, potensial kehilangan pendengaran, potensial ganguan pengecap, dan potensial kehilangan gerakan fasial.
Tujuan : Meredakan ansietas
Intervensi :
-       Berikan informasi yang kuat yang telah didiskusikan oleh ahli otology pada pasien termasuk anastesi, lokasi insisi dan hasil pembedahan.
-       Dorong pasien untuk mendiskusikan setiap ansietas dan keprihatinan mengenai pembedahan
b.      DK : Nyeri akut b.d Pembedahan Mastoid
Tujuan : Bebas dari rasa tak nyaman
Intervensi :
-          Berikan pasien obat analgetik sesuai dengan kebutuhan
-          Ajarkan pasien tentang penggunaan dan efek samping obat
Evaluasi :
-          Bebas dari rasa tak nyaman atau nyeri
-          Tidak memperlihatkan tanda mengernyitkan wajah, mengeluh atau menangis
-          Meminum analgetik bila perlu
c.       DK : Resiko infeksi b.d post op Mastoidektomi, pemasangan graft/tandur, trauma bedah terhadap jaringan dan struktur di sekitarnya
Tujuan : pencegahan infeksi
Intervensi :
-          Rendam tampon kanalis auditorius eksternus dalam larutan antibiotika sebelum dipasang
-          Instruksikan kepada pasien untuk mencegah air masuk ke kanalis auditorius eksternus selama 2 minggu
-          Pasang bola kapas yang diolesi bahan yang tak larut air (vaselin) dan diletakkan di telinga
-          Beritahukan kepada pasien tanda-tanda infeksi (meningkatnya suhu, cairan purulen)
Evaluasi ;
-          Tidak ada tanda atau gejala infeksi
-          Tanda vital normal termasuk suhu
-          Tak mengeluarkan cairan purulen dari kanalis auditorius externus
d.      DK : Perubahan persepsi sensori auditoris b.d kelainan telinga/pembedahan telinga
Tujuan : Memperbaiki komunikasi
Intervensi :
-          Mengurangi kegaduhan lingkungan, memandang pasien ketika berbicara, berbicara jelas dan tegas tanpa berteriak, memberikan pencahayaan yang baik dan menggunakan tanda nonverbal.
-          Instruksikan anggota keluarga mengenai praktik yang efektif.
-          Gunakan alat bantu dengar pada telinga yang tidak dioperasi.
e.       DK : Resiko trauma b.d kesulitan keseimbanganatau vertigo selama periode pascaoperasi segera
-          Perubahan persepsi sensori b.d potensial kerusakan nervus fasialis
-          Kerusakan integritas kulit b.d pembedahan telinga, insisi dan tempat graft
-          Kurang pengetahuan mengenai penyakit mastoid, prosedur bedah, dan asuhan pascaoperatif dan harapan


v  KOLESTEATOMA
a.       Pengertian
Kolesteatoma adalah suatu kista epithelial yang berisi deskuamasi epitel/keratin.
b.      Patofisiologi
Sel epitel debris mengumpul dalam telinga bagian tengah, membentuk kista yang merusak struktur telinga dan mengurangi pendengaran, seperti pada mastoiditis. Deteksi dan pengobatan secara dini pada otitis media dengan memberikan antibiotika akan menurunkan kolesteatoma. Kolesteatoma sangat berbahaya dan merusak jaringan sekitarnya yang dapat mengakibatkan hilangnya pendengaran.
c.       Etiologi
Komplikasi dari Otitis Media Kronis
d.      Penatalaksanaan
Mastoidektomy dapat menghilangkan kolesteatoma
e.       Komplikasi
Komplikasi terjadi apabila sudah terjadi proses nekrosis tulang yakni :
- Labirinitis
- Meningitis
- Abses otak
(Gambar Kolesteatoma, sumber : www . medicastore.com )

v  MASSA TELINGA TENGAH
a.    jenis-jenis Massa Telinga Tengah
1.      Glomus jugulare adalah tumor yang timbul dari bulbus jugularis (Brunner & Suddath:  1999;2056)
2.      Neuroma nervus fasialis adalah tumor nervus VII, nervus fasialis (Brunner & Suddath: 1999;2056)
3.      Granuloma kolesterin adalah reaksi system imun terhadap produk samping darah (Kristal kolesterol) di dalam telinga tengah (Brunner & Suddath: 1999;2056)
4.      Timpanosklerosis adalah timbunan kolagen dan kalsium di dalam telinga tengah yang dapat mengeras di seputar osikulus sebagai akibta infeksi berulang
b.    Penatalaksanaan
Pada dasarnya semua jenis massa dilakukan pengangkatan massa melalui pembedahan, dan jika tidak memungkinkan pembedahan digunakan erapi radiasi.


Kesimpulan
Telinga adalah salah satu organ pancaindra yang memiliki fungsi yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna/aurikula), meatus autikus eksternus, kanalis auditorius eksternus dan membran timpani. Sedangkan Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari membrane timpani, bila dilihat dari arah liang telinga berbentuk bundar dan lekung dan gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial.



DAFTAR PUSTAKA

Ari, Elizabeth. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pendengaran dan Wicara. Editor : Dr. Ratna Anggraeni., Sp THT-KL., M.Kes. STIKes Santo Borromeus. Bandung.

Brunner & Sudath . 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Buku II Edisi 9, Alih Bahasa : Agung Waluyo dkk. EGC. Jakarta.

1 komentar:

  1. artikel yang sangat menarik dan bermanfaat, makasih banyak...

    http://www.tokoobatku.com/obat-herbal-penyakit-sinusitis/

    BalasHapus