Jumat, 21 Januari 2011

APGAR SKOR

Sesaat setelah bayi lahir, penolong persalinan biasanya langsung melakukan penilaian terhadap bayi tersebut. Perangkat yang digunakan untuk menilai dinamakan Skor APGAR.
Kata APGAR diambil dari nama belakang penemunya, yaitu Dr. Virginia Apgar. Virgnia Apgar adalah seorang ahli anak sekaligus ahli anestesi. Skor ini dipublikasikannya pada tahun 1952.
Pada tahun 1962, seorang ahli anak bernama Dr. Joseph Butterfield membuat akronim dari kata APGAR yaitu Appearance (warna kulit), Pulse (denyut jantung), Grimace(respon refleks), Activity (tonus otot), and Respiration (pernapasan). (Wikipedia,2007)
Skor Apgar biasanya dinilai pada menit pertama kelahiran dan biasanya diulang pada menit kelima. Dalam situasi tertentu, Skor Apgar juga dinilai pada menit ke 10, 15 dan 20. (MedicineNet,2007)
Hal yang dinilai pada Skor Apgar adalah :
Appearance (warna kulit)
0 — Seluruh tubuh bayi berwarna kebiru-biruan atau pucat
1 — Warna kulit tubuh normal, tetapi tangan dan kaki berwarna kebiruan
2 — Warna kulit seluruh tubuh normal
Pulse (denyut jantung)
0 — Denyut jantung tidak ada
1 — Denyut jantung kurang dari 100 kali per menit
2 — Denyut jantung lebih atau diatas 100 kali per menti
Grimace (respon refleks)
0 — Tidak ada respon terhadap stimulasi
1 — Wajah meringis saat distimulasi
2 — Meringis, menarik, batuk, atau bersin saat stimulasi
Activity (tonus otot)
0 — Lemah, tidak ada gerakan
1 — Lengan dan kaki dalam posisi fleksi dengan sedikit gerakan
2 — Bergerak aktif dan spontan
Respiration (pernapasan)
0 — Tidak bernapas
1 — Menangis lemah, terdengar seperti merintih, pernapasan lambat dan tidak teratur
2 — Menangis kuat, pernapasan baik dan teratur
Kelima hal diatas dinilai kemudian dijumlahkan.  Jika jumlah skor berkisar di 7 – 10 pada menit pertama, bayi dianggap normal. Jika jumlah skor berkisar 4 – 6 pada menit pertama, bayi memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas dengan suction, atau pemberian oksigen untuk membantunya bernapas. Biasanya jika tindakan ini berhasil, keadaan bayi akan membaik (KidsHealth,2004) dan Skor Apgar pada menit kelima akan naik. Jika nilai skor Apgar antara 0 – 3, diperlukan tindakan medis yang lebih intensif lagi.
Perlu diketahui, Skor Apgar hanyalah sebuah tes yang didisain untuk menilai keadaan bayi secara menyeluruh, sehingga dapat ditentukan secara cepat apakah seorang bayi memerlukan tindakan medis segera. Skor Apgar bukanlah patokan untuk memperkirakan kesehatan dan kecerdasan bayi dimasa yang akan datang (KidsHealth,2004).
Sampai sekarang, skor apgar masih terus digunakan. Selain karena ketepatannya, juga karena cara penerapannya sederhana, cepat, dan ringkas.

Apa tujuan penilaian skor Apgar?
Bayi dengan hasil total, 7 atau lebih pada menit pertama setelah lahir, secara umum berada pada keadaan sehat. Bukan berarti skor yang rendah menunjukkan bahwa anak Anda tidak sehat atau tidak normal. Hasil yang rendah dalam penilaian itu, menunjukkan bahwa anak Anda membutuhkan tindakan yang sifatnya segera, seperti menyedot/mengeluarkan cairan dari saluran pernapasan atau pemberian oksigen untuk membantu pernapasan, tindakan tersebut dapat memberikan perbaikan keadaan bayi secara umum.
Pada menit ke-5 setelah lahir, penilaian kembali dilakukan, dan jika skor bayi Anda tidak naik hingga nilai 7 atau lebih dan berdasarkan pertimbangan lainnya dari keadaan bayi makadokter dan perawat akan melanjutkan tindakan medis yang perlu untuk dilakukan dan pemantauan intensif. Beberapa bayi yang lahir dengan masalah pada organ jantung dan paru-paru akan membutuhkan tindakan medis lanjutan, sedangkan yang lain hanya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan luar. Kebanyakan bayi baru lahir dengan nilai Apgar pertama dibawah 7, akan baik-baik saja.
Hal yang penting bagi orang tua yang baru memiliki bayi untuk mengetahui nilai Apgar. Penilaian ini dibuat untuk menolong tenaga kesehatan dalam mengkaji kondisi secara umum bayi baru lahir dan memutuskan untuk melakukan tindakan darurat atau tidak. Penilaian ini bukan ditujukan sebagai preidiksi terhadap kesehatan bayi atau perilaku bayi, atau bahkan status intelegensia/kepandaian. Beberapa bayi dapat mencapai angka 10, dan tidak jarang, bayi yang sehat memiliki skor yang lebih rendah dari biasanya, terutama pada menit pertama saat baru lahir.
Perlu diingai bahwa skor Apgar agak rendah (terutama pada menit pertama) adalah normal pada beberapa bayi baru lahir, terutama bayi yang lahir dari ibu hamil dengan risiko tinggi, lahir melalui proses operasi cesar, atau ibu yang memiliki komplikasi selama kehamilan maupun proses persalinan. Skor Apgar yang rendah juga bisa terjadi pada bayi prematur, dimana kemampuan untuk menggerakkan otot/alat gerak lebih rendah daripada bayi cukup bulan. Bayi prematur dalam kasus apapun akan memerluan pemantauan ekstra dan bantuan pernapasan, dikarenakan paru-paru belum sempurna.
Jika dokter Anda atau tenaga kesehatan peduli terhadap penilaian bayi Anda, maka mereka akan memberitahukan dan menjelaskan kondisi bayi Anda, apa yang mungkin menjadi penyebab masalah, dan penanganan apa yang akan diberikan. Yang paling penting, sebagian besar bayi melakukan penyesuaian dengan baik maka tetap tenang dan jalani proses tersebut dengan sebaik-baiknya.
Sumber : What is the Apgar Score

1. KidsHealth (2004) : Apgar Score. www.kidshealth.org
2. MedicinNet (2007) : Apgar Score.  www.medicinenet.com
3. Wikipedia (2007) : Apgar Score. http://en.wikipedia.org

Kamis, 20 Januari 2011

Askep Bayi Baru Lahir

A. Definisi

Bayi baru lahir (neonatus) adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir dengan umur kehamilan 38-40 minggu.()
Bayi baru lahir adalah bayi baru lahir dengan umur kehamilan 38-40 minggu,lahir melalui jalan lahir dengan presentasi kepala secara spontan tanpa gangguan, menangis kuat, nafas secara spontan dan teratur,berat badan antara 2500-4000 gram.
Adaptasi bayi baru lahir
a. Sistem Kardiovaskular
Sistem kardiovaskular mengalami perubahan yang mencolok setelah bayi lahir, dimana foramen ovale,duktus arterious dan duktus venosus menutup. Arteri umbilikalis, vena umbilikalis dan arteri hepatika menjadi ligamen.
Nafas pertama yang dilakukan bayi baru lahir membuat paru-paru berkembang dan menurunkan resistensi vaskular pulmoner, sehingga darah paru mengalir. Tekanan arteri pulmoner menurun menyebabkan tekanan arterium kanan menurun, aliran darah pulmoner kembali meningkat, masuk ke jantung bagian kiri, sehingga tekanan dalam atrium kiri meningkat. Perubahan tekanan ini menyebabkan voramen ovale menutup.
Bila tekanan PO2 dalam darah arteri mencapai sekitar 50 mmHg, duktus arterious akan konstriksi (PO2 janin 27mmHg). Kemudian duktus arterious menutup dan menjadi sebuah ligamen. Tindakan mengklem dan memotong tali pusat membuat arteri umbilikalis, vena umbilikalis dan duktus venosus segera menutup dan berubah menjadi ligamen.
Denyut jantung bayi saat lahir berkisar antara 120-160 kali/menit, kemudian menurun 120-140 kali/menit. Tekanan darah bayi baru lahir rata-rata 78/42 mmHg. Tekanan darah bayi berubah dari hari ke hari. Tekanan sistolik bayi sering menurun sekitar 15mmHg selama 1 jam setelah kelahiran.
b. Sistem Pernapasan
Selama dalam uterus, janin mendapat O2 dari pertukaran gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir pertukaran gas harus melalui paru-paru bayi.
Rangsangan untuk gerakan pernapasan pertama adalah:
 Tekanan mekanis dari thorak saat melewati jalan lahir
 Penurunan Pa O2 dan kenaikan Pa CO2 merangsang khemoreseptor yang terletak pada sinus karotis
 Rangsangan dingin, bunyi, cahaya dan sensasi lain yang merangsang permukaan pernapasan
 Reflek deflasi Hering Breur
Pernafasan pertama pada bayi baru lahir normal dalam waktu 30 detik setelah lahir. Tekanan pada rongga dada bayi pada saat melalui jalan lahir pervaginam mengakibatkan kelahiran kehilangan cairan paru 1/3 dari jumlahnya (jumlah pada bayi normal 80-100 ml). Sehingga cairan ini diganti dengan udara. Pola pernapasan tertentu menjadi karakteristik bayi baru lahir normal yang cukup bulan. Setelah pernafasan mulai berfungsi, nafas bayi menjadi dangkaldan tidak teratur, bervariasi 30-60 kali/menit.
c. Sistem Hematopoiesis
Volume darah bayi baru lahir bervariasi dari 80-110 ml/kg selama hari pertama dan meningkat dua kali lipat pada akhir tahun pertama. Nilai rata-rata hemoglobin dan sel darah merah lebih tinggi dari nilai normal orang dewasa. Hemoglobin bayi baru lahir berkisar antara 14,5-22,5 gr/dl, hematokrit bervariasi dari 44% sampai 72% dan SDM berkisar antara 5-7,5 juta/mm3. Leukosit janin dengan nilai hitungsel daerah putih sekitar 18.000/mm3, merupakan nilai normal saat bayi lahir.
d. Sitem Gastrointestinal
Bayi baru lahir yang cukup bulan mampu menelan, mencerna, memetabolisme, mengabsorbsi protein, karbohidrat sederhana dan mengemulsi lemak. Aktivitas peristaltik esofagus belum dikoordinasi pada awal kelahiran tapi dengan cepat akan menjadi pola yang terkoordinasi dan bayi akan mampu menelan dengan mudah. Bising usus bayi dapat didengar satu jam setelah kelahiran. Konsentrasi bakteri tertinggi terdapat dibagian bawah usus halus terutama di usus besar. Flora normal usus akan membantu sintesis vitamin K, asam folat dan biotin. Kapasitas lambung bervariasi dari 30-90 ml tergantung ukuran bayi, begitu juga untuk waktu pengosongan lambung, ini dapat dipengaruhi oleh waktu pemberian makanan, volume makanan jenis makanan, suhu makanan dan stress psikis.
e. Sistem Imunitas
Ig A yang melindungi membran, lenyap dari traktus napas, urinarius dan gastrointestinal kecuali jika bayi diberi ASI. Bayi yang menyusui mendapat kekebalan pasif dari kolostrum dan ASI. Tingkat proteksi bervariasi tergantung pada usia, kematangan bayi serta sistem imunitas yang dimiliki ibu.
f. Sistem Integumen
Stuktur kulit bayi sudah terbentuk dari sejak lahir, tetapi masih belum matang. Epidermis dan dermis tidak terikat dengan baik dan sangat tipis. Vernik kaseosa juga berfungsi sebagai lapisan pelindung kulit. Kulit bayi sangat sensitif dan dapat rusak dengan mudah. Bayi baru lahir yang cukup bulan memiliki kulit kemerahan yang akan memucat menjadi normal beberapa jam setelah kelahiran. Kulit sering terlihat bercak terutama sekitar ektremitas. Tangan dan kaki sedikit sianotik (Akrosianotik). Ini disebabkan oleh ketidakstabilan vosomotor. Stasis kapiler dan kadar hemoglobin yang tinggi. Keadaan ini normal, bersifat sementara dan bertahan selama 7-10 hari. Terutama jika terpajan pada udara dingin.
g. Sistem Termogenik
Produksi panas pada bayi baru lahir dapat dihasilkan oleh aktivitas metabolisme lemak cokelat. Lemak cokelat memilki vaskularisasi dan persarafan yang lebih kaya daripada lemak biasa sehingga aktivitas metabolisme lipid dalam lemak cokelat dapat menghangatkan bayi baru lahir dengan meningkatkan produksi panas sebesar 100%. Cadangan lemak cokelat biasanya bertahan beberapa minggu setelah bayi lahir dan menurun dengan cepat jika terjadi stress dingin dan bayi tidak matur memiliki cadangan lemak cokelat yang lebih sedikit.
h. Sistem Reproduksi
Saat lahir ovarium bayi wanita berisi beribu-ribu sel germinal primitif yang akan berkurang sekitar 90% sejak bayi lahir sampai dewasa. Peningkatan kadar estrogen selama masa hamil yang diikuti dengan penurunan setelah bayi lahir mengakibatkan pengeluaran bercak darah melalui vagina. Genetalia eksterna biasanya edematosa disertai hiperpigmentasi. Pada bayi prematur, klitoris menonjol dan labia mayora kecil dan terbuka.
Testis turun kedalam skrotum pada 90 % bayi baru lahir laki-laki. Prepusium yang ketat sering kali dijumpai pada bayi baru lahir. Muara uretra dapat tertutup prepusium dan tidak dapat ditarik kebelakang selama 3-4 tahun. Sebagai respon terhadap estrogen ibu, ukuran genetalia bayi baru lahir cukup bulan dapat meningkat begitu juga pigmentasinya. Terdapat rugae yang melapisi kantong skrotum. Hidrokel sering terjadi dan akan mengecil tanpa pengobatan.
Pembengkakan payudara pada bayi baru lahir disebabkan oleh peningkatan estrogen selama masa kehamilan. Pada beberapa bayi baru lahir terlihat rabas encer (witch’s milk), ini tidak memiliki makna klinis, tidak perlu diobati, akan hilang seiring dengan penurunan hormon ibu dalam tubuh bayi.
i. Sistem Neuromuskular
Bayi baru lahir memiliki banyak reflek primitif. Saat reflek muncul dan menghilang menunjukkan kematangan dan perkembangan sistem syaraf yang baik.
Pengkajian Reflek Bayi Baru Lahir
REFLEKS PADA MATA:
1. Berkedip atau Refleks korneal:
Respon prilaku yang diharapkan: Bayi berkedip pada pemunculan sinar terang yang tiba-tiba atau pada pendekatan objek ke arah kornea: harus menetap sepanjang hidup.
Deviasi: Tidak ada kedipan tidak simetris simetris menunjukkan adanya kerusakan pada syaraf kranial II, IV dan V.
2. Pupil: Pupil kontriksi bila sinar terang diarahkan padanya: reflek ini harus ada sepanjang hidup.
Deviasi: Kontriksi tidak sama pupil dilatasi terfiksasi
3. Mata boneka: Ketika kepala digerakkan dengan perlahan ke kanan dan ke kiri, mata normalnya tidak bergerak: reflek ini harus hilang sesuai perkembangan.
Deviasi: Paralis abdusen asimetris
REFLEKS PADA HIDUNG:
1. Bersin: Respon spontan saluran terhadap iritasi atau obstruksi: reflek ini harus menetap sepanjang hidup.
Deviasi: Tidak ada bersin atau bersin terus menerus
2. Glabela: Ketukan halus pada glabela (bagian dahi antara dua alis mata) menyebabakan mata menutup dengan rapat.
Deviasi: Tidak ada reflek
REFLEKS PADA MULUT DAN TENGGOROKAN
1. Menghisap: Bayi harus memulai gerakan menghisap kuat pada area sirkumolar sebagai respon terhadap rangsang: reflek ini harus tetap ada selama masa bayi, bahkan tanpa rangsangan sekalipun, seperti pada saat tidur.
Deviasi: Menghisap lemah atau tidak ada
2. Muntah: Stimulasi faring posterior oleh makanan, hisapan, atau masuknya selang harus menyebabkan refleksi muntah: reflek ini harus menetap sepanjang hidup
Deviasi: Tidak adanya reflek muntah menunjukkan adanya kerusakan pada syaraf glosoferingeal
3. Rooting: Menyentuh atau menekan dagu sepanjang sisi mulut akan menyebabkan bayi membalikan kepala ke arah sisi tersebut dan mulai menghadap: harus hilang kira-kira pada usia 3-4 bulan, tetapi dapat menetap selama 12 bulan.
Deviasi: Tidak ada refleks, khususnya bila bayi tidak merasa kenyang
4. Ekstrusi:Bila lidah disentuh atau ditekan, bayi berespon dengan mendorongnya keluar: harus menghilang pada usia 4 bulan
Deviasi: Protrusi konstan dari lidah dapat menunjukkan sindrom down
5. Menguap: Respon spontan terhadap penurunan oksigen dengan meningkatkan jumlah udara inspirasi, harus menetap sepanjang hidup.
Deviasi: Tidak ada reflek
6. Batuk: Iritasi membran mukosa laring atau pohon trakeobronkial menyebabkan batuk: reflek ini harus tetap ada sepanjang hidup: biasanya ada setelah hari pertama kelahiran.
Deviasi: Tidak ada reflek
REFLEKS PADA EKSTREMITAS
1. Menggenggam: Sentuhan pada telapak tangan atau telapak kaki dekat dasar jari menyebabkan fleksi tangan dan jari kaki, genggaman telapak tangan harus berkurang setelah usia 3 bulan, digantikan dengan gerakan volunter, genggaman plantar berkurang pada usia 8 bulan.
Deviasi: Fleksi asimetris dapat menunjukkan paralisis
2. Babinski: Tekanan ditelapak kaki bagian luar ke arah atas dari tumit dan menyilang bantalan kaki menyebabkan jari kaki hiperekstensi dan halus dorsofleksi: reflek ini harus hilang setelah usia 1 tahun.
Deviasi: Menetap setelah usia 1 tahun menunjukkan lesi traktur piramidal
3. Klonus Pergelangan kaki: Dorsofleksi telapak kaki yang cepat ketika menopang lutut pada posisi fleksi parsial mengakibatkan munculnya satu sampai dua gerakan oskilasi (denyut). Akhirnya tidak boleh ada denyut yang teraba.
Deviasi: Beberapa denyutan
REFLEKS PADA MASSA/TUBUH
1. Moro: Denyutan atau perubahan tiba-tiba dalam ekuilibrium yang menyebabkan ekstensi dan abduksi ekstremitas tiba-tiba serta mengipaskan jari membentuk huruf “C” diikuti dengan fleksi lemah: bayi mungkin menangis: reflek ini harus hilang setelah usia 3-4 bulan, biasa paling kuat selama 2 bulan pertama
Deviasi: Menetapnya reflek moro 6 bulan terakhir dapat menunjukkan kerusakan otak reflek moro asimetris atau tidak ada dapat menunjukkan cedera pada fleksus brakial, klavikula, atau humerus.
2. Startle: Suara keras yang tiba-tiba menyebabkan abduksi lengan dengan fleksi siku: tangan tetap tergenggam: harus hilang pada usia 4 bulan.
Deviasi: Tidak adanya refleks ini menunjukkan kehilangan pendengaran
3. Perez: Saat bayi tertelungkup pada permukaan keras, ibu jari ditekan sepanjang medula spinalis dari sakrum ke leher: bayi berespon dengan menangis, memfleksikan ekstremitas dan meninggikan pelvis dan kepala: lordosis tulang belakang, serta dapat terjadi defekasi dan urinisasi, hilang pada usia 4-6 bulan.
Deviasi: Signifikasi hampir sama dengan reflek moro
4. Toknik leher asimetris (menengadah): Jika kepala bayi dimiringkan dengan cepat ke salah satu sisi, lengan dan kakinya akan berekstensi pada sisi tersebut dan lengan yang berlawanan dan kaki fleksi,harus hilang pada usia 3-4 bulan, untuk digantikan dengan posisi simetris dari kedua sisi tubuh.
Deviasi: Tidak adanya atau menetapnya reflek ini menunjukkan kerusakan sistem syaraf.
5. Neck-rigthting: Jika bayi terlentang, kepala dipalingkan ke satu sisi: bahu dan batang tubuh membalik ke arah tersebut, diikuti dengan pelvis: menghilang pada usia 10 bulan
Deviasi: Tidak ada: signifikansinya hampir sama dengan reflek tonik pada leher asimetris
6. Otolith-rigthing: Jika badan bayi yang tegak ditengadahkan, kepala kembali tegak, posisi tegak.
Deviasi: Tidak ada:signifikansinya hampir sama dengan tonikleher asimetris
7. Inkurvasi batang tubuh (Galant): Sentuhan pada punggung bayi sepanjang tulang belakang menyebabkan panggul bergerak ke arah sisi yang distimulasi: refleks ini harus hilang pada usia 4 minggu.
Deviasi: Tidak adanya refleks ini menunjukkan lesi medula spinalis.
8. Menari atau melangkah: Jika bayi dipegang sedemikian rupa hingga telapak kaki menyentuh permukaan keras, akan ada fleksi dan ekstensi resiprokal dari kaki, menstimulasi berjalan: harus hilang setelah usia 3-4 minggu, digantikan oleh gerakan yang dikehendaki.
Deviasi: Langkah tidak simetris
9. Merangkak: Bayi bila ditempatkan pada abdomennya (tertelungkup), membuat gerakan merangkak dengan tangan dan kaki: harus hilang kira-kira pada usia 6 minggu.
Deviasi: Gerakan tidak simetris
10. Placing: Bila bayi dipegang tegak dibawah lengannya dan sisi dorsal telapak kaki dengan tiba-tiba ditempatkan diatas objek keras, seperti meja, kaki mengangkat seolah-olah telapak melangkah diatas meja, usia hilangnya refleks ini bervariasi
Deviasi: Tidak ada reflek
Pengkajian fisik bayi baru lahir
1. Posture
a. Inspeksi
Bayi baru lahir akan memperlihatkan posisi didalam rahim selama beberapa hari
b. Riwayat persalinan
Tekanan saat dalam rahim pada anggota gerak atau bahu dapat menyebabkan ketidaksimetrisan wajah untuk sementara atau menimbulkan tahanan saat ekstremitas akstensi.
2. Tanda-tanda vital
a. Suhu: aksila 36,5-37°C, suhu stabil setelah 8-10 jam kelahiran
b. Frekuensi Jantung: 120-140 denyut/menit, bisa tidak teratur untuk periode singkat, terutama setelah menangis
c. Pernafasan: 30-60 kali/menit
d. Tekanan Darah:
 78/42mmHg
 Pada waktu lahir, sistolik 60-80mmHg dan diastolik 40-50mmHg
 Setelah 10 hari, sistolik 95-100mmHg dan diastolik sedikit meningkat
 Tekanan darah bayi baru lahir bervariasi seiring perubahan tingkat aktivitas (terjaga,menangis atau tidur )
3. Pengukuran umum
a. Berat: berat badan lahir 2500-4000gr
b. Panjang badan: dari kepala sampai tumit 45-55cm
c. Lingkar kepala: diukur pada bagian yang terbesar yaitu oksipito-frontalis 33-35cm
d. Lingkar dada: mengukur pada garis buah dada, sekitar 30-33cm
e. Lingkar abdomen: mengukur di bawah umbilikalis, ukuran sama dengan lingkaran dada.
4. Integumen
a. Warna: biasanya merah muda, ikterik fisiologis dialami oleh 50% bayi cukup bulan dan hiperpigmentasi pada areola, genetalia dan linia nigra. Perubahan warna normal seperti akrosianosis-sianosis tangan dan kaki dan kurtis marmorata- motting sementara ketika bayi terpapar suhu rendah.
b. Kondisi: hari kedua sampai ketiga, mengelupas, kering. Tidak terdapat edema kulit, beberapa pembuluh darah terlihat jelas di abdomen. Vernik kaseosa, putih seperti keju, tidak berbau dengan jumlah dan tempat yang bervariasi, Lanugo di daerah bahu, pinna, telinga dan dahi dengan jumlah yang bervariasi
c. Turgor kulit: dengan mencubit kulit bagian daerah perut dan paha bagian dalam, turgor kulit baik saat kulit segera kembali kekeadaan semula setelah cubitan dilepas. Indikator terbaik untuk dehidrasi adalah kehilangan berat badan pada bayi baru lahir kehilangan 10% BB setelah lahir adalah normal.
5. Kepala
a. Kulit kepala: rambut keperakan, helai rambut satu-satu, jumlah bervariasi. Kadang terdapat kaput suksedaneum: bisa memperlihatkan adanya ekimosis
b. Bentuk dan ukuran: ukuran kepala bayi baru lahir seperempat panjang tubuh, kadang sedikit tidak simetris akibat posisi dalam rahim.
c. Fontanel: fontanel anterior bentuk berlian, 2-5 sampai 4,0 cm. Fontanel posterior bentuk segitiga 0,5 sampai 1 cm. Fontanel harus datar, lunak dan padat.
d. Sutura: teraba dan tidak menyatu
6. Mata
a. Letak: pada wajah dengan jarak antar mata masing-masing 1/3 jarak dari bagian luar kantus ke bagian luar kantus yang lain.
b. Bentuk dan ukuran: ukuran dan bentuk simetris, kedua bola mata ukuran sama, refleks kornea sebagai respons terhadap sentuhan, refleks pupil sebagai respo terhadap cahaya, reflek berkedip sebagai respon terhadap cahaya atau sentuhan. Gerakan bola mata acak, dapat fokus sebentar, dan dapat melihat kearah garis tengah.
7. Hidung
Berada di garis tengah wajah, tampak tidak ada tulang hidung, datar, lebar, terdapat sedikit mucus tetapi tidak ada lender yang keluar. Kadang bersin untuk membersihkan hidung.
8. Telinga
Terletak pada garis sepanjang kantus luar, terdiri dari tulang rawan padat, berespon terhadap suara dan bayi.
9. Mulut
Gerakan bibir simetris , gusi berwarna merah muda, palatum lunak dan palatum keras utuh, uvula digaris tengah, terdapat reflek menghisap, rooting dan ekstrusi.
10. Leher
Leher pendek, dikelilingi lipatan kulit dan tidak terdapat selaput. Kepala terdapat digaris tengah. Muskulus strenokleidomastoideus sama kuat dan tidak teraba massa, bebas bergerak dari satu sisi ke sisi lain, terdapat reflek leher tonik, reflek neck-righting dan reflek orolith-ligthing.
11. Dada
Bentuk hampir bulat (sperti tong), gerakan dada simetris, gerakan dada dan perut sinkron dengan pernapasan. Putting susu menonjol dan simetris, nodul payudara sekitar 6 mm pada bayi cukup bulan.
12. Abdomen
Bentuk abdomen bulat, menonjol, hati teraba 1-2 cm di bawah batas iga kanan. Tidak teraba massa, tidak distensi. Bising usus terdengar 1-2 jam setelah lahir, mekonium keluar 24-28 jam setelah lahir. Batas antara tali pusat dan kulit jelas, tidak terdapat usus halus didalamnya, tali pusat kering didasar dan tidak berbau.
13. Genetalia
a. Wanita: labia dan klitoris biasanya edema, labia minora lebih besar dari labia mayora, meatus uretral di belakang klitoris, vernika kaseosa di antara labia, berkemih dalam 24 jam.
b. Laki-laki: lubang uretra pada puncak glen penis, testis dapat diraba di dalam setiap skrotum, skrotum biasanya besar, edema, pendulus, dan tertutup dengan rugae, biasanya pigmentasi lebih gelap pada kulit kelompok etnik. Smegma dan berkemih dalm 24 jam
c. Periksa anus ada atau tidak menggunakan termometer anus
14. Ekstremitas
Mempertahankan posisi seperti dalam rahim. Sepuluh jari tangan dan jari kaki, rentang gerak penuh, punggung kuku merah muda, dengan sianosis sementara segera stelah lahir. Fleksi ekstremitas atas dan bawah. Telapak biasanya datar, Ekstremitas simetris, Tonus otot sama secara bilateral, Nadi brakialis bilateral sama.
EVALUASI APGAR PADA BAYI BARU LAHIR
No. TANDA 0 1 3
1. Frekuensi jantung Tidak ada Dibawah 100 Diatas 100
2. Upaya pernapasan Tidak ada Lambat, tidak teratur Baik, menangis
3. Tonus otot Lemah Beberapa fleksi tungkai Gerakan aktif
4. Respon terhadap kateter dalam lubang hidung (diuji sesudah osofaring bersih) Tidak ada respon Menyeringai Batuk atau bersin
5. Warna Biru,pucat Tubuh merah muda,tungkai biru Seluruhnya merah muda
Asfiksia : Bayi tidak dapat segera bernapas spontan dan teratur setelah lahir.
Asfiksia berat : Apgar skor = 0-3
Asfiksia ringan: Apgar skor =4-6
Penatalaksanaan
1. mengeringkan dengan segera dan membungkus bayi dengan kain yang cukup hangat untuk mencegah hipotermi.
2. Menghisap lendir untuk membersihkan jalan nafas sesuai kondisi dan kebutuhan.
3. Memotong dan mengikat tali pusat, memberi ntiseptik sesuai ketentuan setempat.
4. Bonding Attacment (kontak kulit dini) dan segera ditetekan pada ibunya.
5. Menilai apgar menit pertama dan menit kelima
6. Memberi identitas bayi: Pengecapan telapak kaki bayi dan ibu jari ibu, pemasangan gelang nama sesuai ketentuan setempat
7. Mengukur suhu, pernafasan, denyut nadi.
8. Memandikan/membersihkan badan bayi, kalau suhu sudah stabil (bisa tunggu sampai enam jam setelah lahir)
9. Menetesi obat mata bayi untuk mencegah opthalmia – neonatorum.
10. Pemerikksaan fisik dan antropometri.
11. Pemberian vitamin K oral/parenteral sesuai kebijakan setempat.
12. Rooming in (rawat gabung): penuh atau partial.
Diagnosa keperawatan dan intervensi pada bayi baru lahir
1. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus berlebihan, posisi tidak tepat
Intervensi keperawatan
1. Hisap mulut dan naso faring dengan spuit bulb sesuai kebutuhan
2. Tekan bulb sebelum memasukkan dan mengaspirasi faring, kemudian hidung untuk mencegah aspirasi cairan
3. Dengan alat penghisap mekanis, batasi setiap upaya penghisapan sampai lima detik dengan waktu yang cukup antara upaya tersebut memungkinkan reoksigenisasi
4. Posisikan bayi miring ke kanan setelah memberikan makan untuk mencegah aspirasi
5. Posisikan bayi telungkup atau miring selama tidur
6. Lakukan sedikit mungkin prosedur pada bayi selama jam pertama dan sediakan oksigen untuk digunakan bila terjadi distress pernapasan
7. Ukur tanda vital sesuai kebijakan institusional dan lebih sering bila perlu. Observasi adanya tanda-tanda distres pernapasan dan laporkan adanya hal berikut dengan segera: tacipnea, mengorok, stridor, bunyi napas abnormal, pernapasan cuping hidung, sianosis.
8. Pertahankan popok, pakaian dan selimut cukup longgar untuk memungkinkan ekspansi paru maksimum (abdomen) dan untuk menghindari terlalu panas
9. Bersihkan lubang hidung dari sekresi kering selama mandi atau bila perlu.
10. Periksa kepatenan lubang hidung.
2. Resiko tinggi perubahan suhu tubuh berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur, perubahan suhu lingkungan.
Intervensi keperawatan:
1. Selimuti bayi dengan rapat dalam selimut hangat
2. Tempatkan bayi dalam lingkungan yang dihangatkan sebelumnya di bawah penghangat radian atau di dekat ibu
3. Tempatkan bayi pada permukaan yang diberi bantalan dan penutup
4. Ukur suhu bayi pada saat tiba di tempat perawatan atau kamar ibu: lakukan sesuai kebijakan rumah sakit mengenai metode dan frekuensi pemantauan
5. Pertahankan temperatur ruangan antara 24°C-25,5°C dan kelembaban sekitar 40% sampai 50%
6. Berikan mandi awal sesuai kebijakan rumah sakit, cegah menggigil pada bayi sebelum mandi dan tunda mandi bila ada pertanyaan mengenai stabilisasi suhu tubuh
7. Beri pakaian dan popok pada bayi dan bedong dalam selimut
8. Berikan penutup kepala pada bayi bila kehilangan panas menjadi masalah karena area permukaan besar dari kepala memungkinkan terjadinya kehilangan panas
9. Buka hanya satu area tubuh untuk memeriksa atau prosedur
10. Waspada terhadap tanda hipotermia atau hipertermia.
3. Resiko tinggi infeksi atau inflamasi berhubungan dengan kurangnya pertahanan imunologis, faktor lingkungan, penyakit ibu
Intervensi keperawatan:
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat setiap bayi
2. Pakai sarung tangan ketika kontak dengan sekresi tubuh
3. Periksa mata setiap hari untuk melihat adanya tanda-tanda inflamasi
4. Jaga bayi dari sumber potensial infeksi
5. Bersihkan vulva pada arah posterior untuk mencegah kontaminasi fecal terhadap vagina atau uretra
4. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan ketidakberdayaan fisik
Intervensi keperawatan:
1. Hindari penggunaan termometer rektal karena resiko perforasi rektal
2. Jangan pernah meninggalkan bayi tanpa pengawasan di atas permukaan tinggi tanpa pagar
3. Jaga agar objek tajam atau runcing berada jauh dari tubuh bayi
4. Jaga agar kuku jari sendiri tetap pendek dan tumpul, hindari perhiasan yang dapat melukai bayi
5. Lakukan metode yang tepat dalam penanganan dan pemindahan bayi
5. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan imaturas, kurangnya pengetahuan orang tua
Intervensi keperawatan:
1. Kaji kekuatan menghisap dan koordinasi dengan menelan untuk mengidentifikasi kemungkinan masalah yang mempengaruhi makan
2. Berikan masukan awal sesuai keinginan orang tua, kebijakan RS dan protokol praktisi
3. Siapkan untuk pemberian makan yang dibutuhkan dari bayi yang minum ASI, pemberian makan malam ditentukan oleh kondisi dan keinginan ibu
4. Berikan yang makan dengan botol 2-3 formula setiap 3-4 jam atau sesuai kebutuhan
5. Dukung dan bantu ibu menyusui selama pemberian makan awal dan lebih sering bila perlu
6. Hindari pemberian makan suplemen atau air rutin untuk bayi yang minum ASI
7. Dorong ayah atau orang tua pendukung lain untuk tetap bersama ibu untuk membantu ibu dan bayi dalam merubah posisi, relaksasi dll
8. Dorong ayah atau orang pendukung lain untuk berpartisipasi dalam pemberian makan dengan botol
9. Tempatkan bayi miring ke kanan setelah makan untuk mencegah aspirasi
10. Observasi pola feces
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis maturasi, kelahiran bayi cukup bulan, perubahan dalam unit keluarga
Intervensi
1. Segera mungkin setelah kelahiran dorong orang tua untuk melihat dan menggendong bayi, tempatkan bayi baru lahir dekat ke wajah orang tua untuk menciptakan kontak sosial
2. Idealnya lakukan perawatn mata setelah pertemuan awal bayi dengan orang tua, dalam 1 jam setelah kelahiran bila bayi terjaga dan paling mungkin untuk berhubungan secara visual dengan orang tua
3. Identifikasikan untuk orang tua prilaku khusus yang ditunjukkan pada bayi (mis: kesadaran, kemampuan untuk melihat, penghisapan yang kuat, rooting dan perhatiakn pada suara manusia)
4. Izinkan saudara kandung untuk berkunjung dan menyentuh bayi baru lahir bila mungkin
5. Jelaskan perbedaan fisik pada bayi baru lahir, seperti kepala botak, potongan tali pusat dan klemny dll
6. Jelaskan pada saudara kandung harapan realistis mengenai kemampuan pada bayi baru lahir contoh: memerlukan perawatan komplit, bukan teman bermain
7. Dorong saudara kandung untuk berpartisipasi dalam perawatan dirumah agar mereka merasa menjadi bagian dari pengalaman
8. Dorong orang tua untuk menghabiskan waktu dengan anak-anaknya yang lain dirumah untuk mengurangi perasaan cemburu terhadap saudara baru
Implikasi Keperawatan
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada bayi lahir normal umumnya tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium, namun kadang-kadang dengan dengan riwayat kehamilan dan kondisi tertentu perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi tertentu perlu dilakukan pemeriksaan sesuai indikasi dan kebijakan setempat antara lain:
1. Gula darah sewaktu untuk mendeteksi secara dini adanya hipoglikemia pada bayi dengan kondisi tertentu.
Diagnosa keperawatan:
Beresiko gangguan neurologi berhubungan dengan hipoglikemia.
Hasil yang diharapkan, hipoglikemia terdeteksi secara dini dan teratasi sehingga tidak terjadi kerusakan / gangguan neurologik.
Intervensi keperawatan:
a. Tingkatkan termoregulasi untuk memenuhi kebutuhan glukosa.
b. Observasi ketat kondisi umum bayi
c. Beri minum dan pengobatan segera sesuai kondisi bayi.
2. Bilirubin direk dan indirek, golongan darah A B O dan rhesus faktor, Hb, Ht, leko dan trombosit, untuk yang ada indikasi.
Diagnosa keperawatan:
a. Potensial infeksi sehubungan dengan adanya perlukan pada kulit.
Intervensi keperawatan:
• Melakukan tindakan dengan memenuhi standar aseptik dan antiseptik
• Menjaga kebersihan kulit bayi
• Mengobservasi dan mencatat dengan baik sebelum dan sesudah merawat setiap bayi
b. Cemas (orang tua) berhubungan dengan prosedur pemeriksaan laboratorium pada bayi.
• Kaji pengetahuan dan kekhawatiran orang tua tentang perlunya pemeriksaan laboratorium.
• Beri penjelasan dengan bahasa yang mudah diterima orang tua tentang perlunya dan prosedur pemeriksaan.
• Informasikan hasil pemikiran kepada orang tua secepat mungkin
• Beri pendampingan dan dukungan sesuai kebutuhan
b. Obat-obatan
1. Vitamin K Vitamin K penting untuk mempertahankan mekanisme pembekuan darah yang normal.pada bayi yang baru lahir, karena usus yang amsih steril, bayi belum mampu membentuk vitamin K nya sendiri untuk beberapa hari pertama, begitu juga bagi bayi yang mendapat ASI secara eksklusive juga beresiko mengalami kekurangan vitamin K Fakta menunjukan cukup banyak bayi baru lahir mengalami pendarahan terutama di otak dan saluran cerna, oleh karena itu bayi perlu diberi vitamin K sebagai tindakan pencegahan terhadap pendarahan.
Vitamin K yang diberikan yaitu vitamin K1 (phytonadione) untuk meningkatkan pembentukan promthrombin. Pemberiannya biasa secara parental, 0,5 – 1 mg i.m dengan dosis satu kali segera setelah lahir (sebelum 24 jam). Pemberian vitamin K1 bisa juga secara oral denagan ketentuan 2 mg apabila berat badan lahir lebih dari 2500 gram segera setelah lahir dan diulangi dengan dosis yang sama (2 mg) pada hari keempat. Bila berat badan lahir kurang dari 2500 gram, dosis yang dianjurkan adalah 1 mg dengan cara pemberian yang sama yaitu hari pertama dan ke empat setelah lahir.
Diagnosa keperawatan:
Beresiko aspirasi berhubungan dengan muntah setlah pemberian obat.
Intervensi keperawatan:
a. Beritahu orang tua (ibu) tentang kebijakan pemberian obat vitamin K1
b. Beri obat secara hati-hati agar tidak tersedak
c. Bayi ditidurkan pada posisi miring (side position) setelah minum
d. Observasi bayi secara rutin
e. Pada pemberian oral, ingatkan pada ibu perlu dosis ulangan pada hari keempat
2. Tetes / zalf mata Pada bayi baru lahir yang normal, walaupun belum terdeteksi adanya masalah, kadang-kadang perlu juga memberikan obat-obatan tertentu sebagai tidakan pencegahan yang rutin. Obat profilaksis yang rutin diberikan adalah:
1. Vitamin K
2. Tetes / zalf mata
Pada bayi baru lahir secara rutin diberikan tetes mata nitrat perak 1% atau eritromycin tetes mata untuk mencegah oftalmia neonatorum.
Pada situasi tidak tersedianya nitrat perak 1% atau erytromycin dapat diberikan obat tetes / zalf mata dari jenis antibiotika lain, misalnya garamicin. Terramicin, kemicetin atau tetracilin tetes /zalf mata diberikan pada kedua belah mata, obat diteteskan pada bagian dalam dari konjungtiva kelopak bawah mata. Dosis umumnya masing-masing mata satu tetes.
Intervensi keperawatan:
a. Jaga kebersihan mata bayi
b. Cuci tangan secara rutin sebelum dan sesudah merawat bayi.
c. Pastikan obat yang dipakai tepat konsentrasinya dan dalam kondisi baik
d. Beri tetes / zalf mata setelah bayi kontak pertama dengan ibu, karena terutama zalf mata dianggap dapat menghambat proses bonding dan attachment karena mengaburkan pandangan bayi (menghalangi eye contact)
e. Observasi tanda-tanda inveksi mata atau reaksi alergi
f. Dokumentasikan semua dengan singkat dan tepat.
Perawatan setelah bayi pulang kerumah:
Beri pengetahuan kepada keluarga:
1. Anjurkan ibu untuk memberikan ASI minimal 2 atau 3 jam sekali,namun jika bayi memerlukan lebih dari itu maka sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan bayi.
2. Anjurkan pada keluarga untuk menjemur bayi 5 sampai 10 menit tiap pagi hari.
3. Anjurkan kepada keluarga untuk selalu merawat tali pusat selama tali pusat belum lepas.
4. Anjurkan keluarga untuk selalu memandikan bayi atau selalu memperhatikan kebersihan bayi.
5. Anjurkan keluarga untuk selalu memberikan imunisasi kepada anak mereka.

Senin, 03 Januari 2011

IMUNISASI PADA ANAK



A.      Pengertian
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan bayi dan anak dengan memasukan vaksin ke dalam tubuh agar membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu.
Sedangkan yang dimaksud vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak, dan melalui mulut seperti vaksin polio. Tujuan diberikan imunisasi adalah di harapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu.
Di Negara Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan ada juga yang hanya di anjurkan, imunisasi wajib di Indonesia sebagaimana telah diwajibkan oleh WHO ditambah dengan hepatitis B. imunisasi yang hanya dianjurkan oleh pemerintah dapat digunakan untuk mencegah suatu kejadian yang luar biasa atau penyakit endemik, atau untuk kepentingan tertentu (bepergian) seperti jamaah haji seperti imunisasi meningitis.
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal terhadap penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dapat dapat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya terdapat tingginya kadar antibody pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikan, waktu antara pemberian imunisasi, mengingat efektif dan tidaknya imusasi tersebut akan tergantung dari factor yang mempengaruhinya sehingga kekebalan tubuh dapat diharapkan pada diri anak.
Imunisasi sebagai salah satu cara untuk menjadikan kebal pada bayi dan anak dari berbagai penyakit, diharakan anak atau bayi tetap tumbuh dalam keadaan sehat. Pada dasarnya dalam sudah memiliki pertahanan secara sendiri agar berbagai kuman yang masuk dapat dicegah, perthanan tubuh tersebut meeliputi pertahanan nonpesifik dan pertahana spesifik, proses mkanisme pertahanan dalam tubuh pertama kali adalah pertahanan nonspesifik seperti coplemen dan makrofag di mana koplemen dan makrofag ini yang pertama kali akan memberikan peran ketika ada kuman yng masuk kedalam tubuh. Setelah itu maka kuman harus melawan pertahanan yang ke dua yaitu pertahanan tubuh spesifik terdiri dari system humoral dan selular. System pertahanan tersebut hanya bereaksi terhadap kuman yang mirip dengan bentuknya. Sistem pertahanan humoral akan menghasilkan zat yang disebut immunoglobulin (Ig A, IgM, Ig G, Ig E, Ig D) dan system pertahanan seluler terdiri dari Limfosit B dan Limfosit T, dalam pertahanan spesifik selanjutnya akan menghasilkan satu cell yang disebut sel memori, sel ini akan berguna atau sangat cepat dalam bereaksi apabila sudah pernah masuk kedalam tubuh, kondisi ini yang digunakan dalam prinsip imunisasi.

B.       Jenis-Jenis Immunisasi Yang Wajib
1.      Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG, pencegahan imunisasi BCG untuk TBC yang berat seperti TBC selaput otak , TBC Milier (pada seluruh lapangan paru) atau TBC tulang. Imunisasi BCG ini merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan pemberian imunisasi BCG pada umur 0-11 bulan, akan tetapi pada umumnya diberikan pada bayi umur 2 atau 3 bulan, kemudian cara pemberian imunisasi BCG melalui intrdermal, efek samping pada BCG dapat terjadi ulkus pada daerah suntikan dan dapat terjadi limfadenitis regional, dan reaksi panas.
Penyakit  Tuberkulosis  adalah penyakit menular yang disebabkan kuman Micobacterium Tuberculosis yang mempunyai sifat tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup  beberapa jam di temapat gelap dan lembab  (RSPI, 2003). Tuberkulosis  (TB) di Indonesia menduduki urutan ketiga sebagai penyebab kematian setelah  jantung dan saluran pernafasan (Bambang  Supriatno, dkk, 2002).
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak (yang terberat) (Theophilus, 2000).
Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini “berhasil,” maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan atas. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam (Theophilus, 2000).
Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkn dengan 4 cc NaCl 0,9%. Setelah dilarutkan harus segera diapakai dalam waktu 3 jam, sisanya dibuang. Penyimpana pada suhu < 5ºC terhidar dari sinar matahari.
a.      Jumlah Pemberian:
Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan.
b.      Usia Pemberian:
Di bawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah kemasukan kuman Mycobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir si kecil diimunisasi BCG
c.       Lokasi Penyuntikan:
Lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis yang melakukan penyuntikan di paha.
d.      Efek Samping:
Umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (atau di selangkangan bila penyuntikan dilakukan di paha). Biasanya akan sembuh sendiri.
e.       Tanda Keberhasilan:
Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan setelah 4-6 minggu. Tidak menimbulkan nyeri dan tak diiringi panas. Bisul akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka parut.
Jikapun bisul tak muncul, tak usah cemas. Bisa saja dikarenakan cara penyuntikan yang salah, mengingat cara menyuntikkannya perlu keahlian khusus karena vaksin harus masuk ke dalam kulit. Apalagi bila dilakukan di paha, proses menyuntikkannya lebih sulit karena lapisan lemak di bawah kulit paha umumnya lebih tebal.
Jadi, meski bisul tak muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah. Imunisasi pun tak perlu diulang, karena di daerah endemis TB, infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata lain, anak akan mendapat vaksinasi alamiah.
f.       Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau menunjukkan Mantoux positif.
g.      Cara penyuntikan BCG
·         Bersihkan lengan dengan kapas air
·         Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung jarum yang berluban menghadap keatas.
·         Suntikan 0,05 ml intra kutan
a)      merasakan tahan
b)     benjolan kulit yang pucat dengan pori- pori yang khas diameter 4-6 mm

2.      Imunisasi DPT (Dipteri, Pertusis, dan Tetanus)
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang melindungi terhadap difteri, pertusis, dan tetanus. Difteri disebabkan bakteri yang menyerang temggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Penyakit ini mudah menular melalui batuk  atau bersin. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti peneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang. Vaksin ini diberikan 5 kali pada usia 2,4,6,18, bulan dan 5 tahun.
Cara pemberian imunisasi DPT melalui intramuscular. Efek samping pada DPT mempunyai efek ringan dan efek berat, efek ringan seperti pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan, demam. Sedangkan efek berat dapat menangis hebat kesakitan kurang lebih 4 jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan shock.
Terdiri dari :
1.      Toxoid difteri raccun yang dilemahkan Bordittela pertusis bakteri yang dilemahkan
2.      Toxoid tetanus racun yang lemahkan (+) aluminium fosfat dan mertiolat
Merupaka vaksin cair, jika didiamkan sdikit berkabut, dan terdapat endapan putih di dasarnya. Dosis 0,5 ml secara intramuscular di bagian luar paha. Vaksin mengandung Alumunium fosfat, jika diberika subkutan menimbulkan peradangan dan nekrosis setempat.
v  Penyakit DTP yang BERBAHAYA
a)    Difteri
Penyakit Difteri disebabkan oleh Corynebacterium Diphtheriae yaitu bakteri gram-positif yang mengeluarkan toksin (racun) yang bisa menimbulkan gejala lokal maupun umum. Kuman difteri sangat ganas dan mudah menular. Gejalanya adalah demam tinggi dan tampak adanya selaput putih kotor pada tonsil (amandel) yang dengan cepat meluas dan menutupi jalan napas. Selain itu racun yang dihasilkan kuman difteri dapat menyerang otot jantung, ginjal, dan beberapa serabut saraf (Theophilus, 2002; RSPI, 2003).
Penyakit difteri terdapat di seluruh dunia dan masih menjadi endemik di sejumlah negara berkembang termasuk Indonesia, kendati jumlahnya makin berkurang.  Bakteri disebarkan melalui batuk, bersin, dan bicara. Jika sudah masuk ke hidung atau mulut, maka bakteri akan diisolasi di selaput lendir saluran nafas atas. Dalam masa inkubasi (2 – 4 hari), bakteri akan mengeluarkan toksin yang menyebabkan nekrosis (kematian sel) pada jaringan sekitar (Gloria Cyber Ministries, 2001).
Masa inkubasi penyakit ini tergolong cepat yaitu antara 1-6 hari. Gejala klinisnya tergantung dari tempat terjadinya infeksi, status imun dan penyebaran toksin. Dilihat secara klinis, difteri bisa terjadi di hidung, tonsil, laring, faring, laringotrakea, konjungtiva, kulit, dan genital.
Infeksi difteri bisa menimbulkan kematian jika sudah komplikasi pada laring dan trakea. Komplikasi biasanya juga merusak jantung, sistem syaraf dan ginjal. Sebelum hal itu terjadi, pasien harus segera mendapatkan obat antitoksin difteri dan antibiotika penisilin dan eritromisin. Selain itu, perlu diberikan pengobatan suportif dengan istirahat total 2-3 minggu.
Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan  tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan satu – dua bulan.  Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap difteri, pertusis dan tetanus secara bersamaan.
b)    Pertusis
Pertusis  adalah radang pernafasan (paru) disebut juga  batuk  rejan  atau batuk 100 hari karena lamanya sakit bisa mencapai 3 bulan lebih atau 100 hari. Gejala penyakit ini sangat khas, batuk yang bertahap, panjang dan lama, disertai bunyi  dan diakhiri dengan muntah.  Penyakit ini cukup berbahaya  bila menyerang anak balita, karena mata dapat bengkak dan berdarah atau bahkan dapat menyebabkan kematian karena kesulitan bernafas(RSUD. DR. Saiful Anwar, 2002).
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertussis, tetapi di beberapa daerah kadang-kadang juga oleh Bordetella Parapertusis (Gloria Cyber Ministries, 2001).
Penyakit ini sangat menular (melalui kontak langsung) pada populasi yang tidak diimunisasi, bahkan dikatakan penularannya mencapai 100%. Risiko tertinggi menyerang pada bayi usia enam bulan ke bawah. Masa inkubasi penyakit ini antara 6-20 hari. Gejala umumnya dibagi dalam tiga fase yaitu (1) fase kataral (gejala infeksi saluran nafas), (2) fase serangan (batuk berat disertai nafas berbunyi) serta (3) fase penyembuhan (batuk berkurang dan nafas membaik). Jika sudah parah, penyakit ini menimbulkan komplikasi radang paru (pneumonia) yang  menjadi penyebab sekitar 90% kematian anak usia di bawah tiga tahun.
Selain pneumonia, komplikasi juga menimbulkan kejang dan turunnya kesadaran akibat berkurangnya oksigen yang masuk ke otak.  Dapat juga timbul  komplikasi akibat batuk yang hebat, seperti: epistaksis, pendarahan sub konjungtiva, ulserasi frenulum. Mungkin terjadi prolapsus recti dan hernia karena meningginya tekanan intraabdominal. Muntah-muntah yang hebat menimbulkan emasiasi (kurus) dan gangguan keseimbangan elektrolit, enfisema dan bronkiektas.
Untuk mencegah timbulnya penyakit, anak perlu mendapat vaksinasi pertusis. Vaksin ini dikembangkan sejak 60 tahun lalu dan mulai dipakai efektif di dunia tahun 1960-an bersama dengan vaksin tetanus dan difteri. Ketiga vaksin itu akhirnya disatukan menjadi vaksin DPT.

c)    Tetanus
Penyakit ini disebabkan oleh baksil Clostridium Tetani yaitu bakteri gram-positif dan bersifat anaerob (bisa berbiak di dalam lingkungan tanpa oksigen). Clostridium Tetani yang memproduksi toksin yang yang disebut dengan tetanospamin. Tetanospasmin menempel pada urat saraf disekitar area luka dan dibawa ke system saraf otak serta saraf tulng belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat saraf.
Masa inkubasi penyakit ini antara 3-14 hari dengan gejala yang timbul di ahri ke tujuh,. Dalam neonatal tetanus gejla mulai pada 2 minggu pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit yang berbahaya, jika dapat didiagnosa dan mendapatkan perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan. Penyembuhan umum terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebgai bagian dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus dilanjutkan walaupun telah dewsa, di anjurkan setiap interval 5 tahun: 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimmunisasi juga dan melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya.
Pengobatan tetanus dilakukan dengan jalan menetralisasi toksin, membersihkan luka, memberikan antibiotika penisilin atau tetrasiklin dan memperkuat nutrisi, cairan serta kalori. Sebagai pencegahan, anak perlu mendapat imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif merupakan vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid yang diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri. Sedangkan imunisasi pasif diberikan dalam bentuk serum antitetanus (ATS profilaksis) pada penderita luka yang berisiko terinfeksi tetanus.
Di Indonesia vaksin terhadap Difteri, Pertusis, dan Tetanus terdapat dalam 3 jenis kemasan, yaitu: kemasan tunggal khusus untuk tetanus, bentuk kombinasi DT, dan kombinasi DPT. Imunisasi dasar DPT diberikan 3 kali, sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu penyuntikan minimal selama 4 minggu sampai 5 minggu (DPT1, DPT2, dan DPT3). Suntikan pertama tidak memberikan perlindungan apa-apa, sebabnya suntikan ini harus diberikan sebanyak 3 kali. Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1 – 2 tahun atau kurang lebih 1 tahun setelah suntikan imunisasi dasar ke-3. Imunisasi ulang berikutnya dilakukan pada usia 6 tahun atau kelas 1 SD. Pada saat kelas 6 SD diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT (tanpa P) (Theophilus, 2000).
1.      Usia & Jumlah Pemberian:
Sebanyak 5 kali; 3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), 1 kali di usia 18 bulan, dan 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT
2.      Efek Samping:
Umumnya muncul demam yang dapat diatasi dengan obat penurun panas. Jika demamnya tinggi dan tak kunjung reda setelah 2 hari, segera bawa si kecil ke dokter. Namun jika demam tak muncul, bukan berarti imunisasinya gagal, bisa saja karena kualitas vaksinnya jelek, misal.
Untuk anak yang memiliki riwayat kejang demam, imunisasi DTP tetap aman. Kejang demam tak membahayakan, karena si kecil mengalami kejang hanya ketika demam dan tak akan mengalami kejang lagi setelah demamnya hilang. Jikapun orangtua tetap khawatir, si kecil dapat diberikan vaksin DTP asesular yang tak menimbulkan demam. Kalaupun terjadi demam, umumnya sangat ringan, hanya sekadar sumeng.
3.      Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan kepada mereka yang kejangnya disebabkan suatu penyakit seperti epilepsi, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DTP. Mereka hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang menyebabkan panas.
3.      POLIO
Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Penykit ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi. Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layu. Vaksin polio ada dua jenis, yakni :
Ø  Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV)
Di Indonesia, meskipun sudah tersedia tetapi Vaksin Polio Inactivated atau Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV) belum banyak digunakan. IPV dihasilkan dengan cara membiakkan virus dalam media pembiakkan, kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan pemanasan atau bahan kimia. Karena IPV tidak hidup dan tidak dapat replikasi maka vaksin ini tidak dapat menyebabkan penyakit polio walaupun diberikan pada anak dengan daya tahan tubuh yang lemah. Vaksin yang dibuat oleh Aventis Pasteur ini berisi tipe 1,2,3 dibiakkan pada sel-sel VERO ginjal kera dan dibuat tidak aktif dengan formadehid.
Selain itu dalam jumlah sedikit terdapat neomisin, streptomisin dan polimiksin B. IPV harus disimpan pada suhu 2 – 8 C dan tidak boleh dibekukan. Pemberian vaksin tersebut dengan cara suntikan subkutan dengan dosis 0,5 ml diberikan dalam 4 kali berturut-turut dalam jarak 2 bulan.
Untuk orang yang mempunyai kontraindikasi atau tidak diperbolehkan mendapatkan OPV maka dapat menggunakan IPV. Demikian pula bila ada seorang kontak yang mempunyai daya tahan tubuh yang lemah maka bayi dianjurkan untuk menggunakan IPV.
Ø  Oral Polio Vaccine (OPV)
Jenis vaksin Virus Polio Oral atau Oral Polio Vaccine (OPV) ini paling sering dipakai di Indonesia. Vaksin OPV pemberiannya dengan cara meneteskan cairan melalui mulut. Vaksin ini terbuat dari virus liar (wild) hidup yang dilemahkan. OPV di Indonesia dibuat oleh PT Biofarma Bandung. Komposisi vaksin tersebut terdiri dari virus Polio tipe 1, 2 dan 3 adalah suku Sabin yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dalam sucrosa. Tiap dosis sebanyak 2 tetes mengandung virus tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 serta antibiotika eritromisin tidak lebih dari 2 mcg dan kanamisin tidak lebih dari 10 mcg.
Virus dalam vaksin ini setelah diberikan 2 tetes akan menempatkan diri di usus dan memacu pembentukan antibodi baik dalam darah maupun dalam dinding luar lapisan usus yang m      engakibatkan pertahan lokal terhadap virus polio liar yang akan masuk. Pemberian Air susu ibu tidak berpengaruh pada respon antibodi terhadap OPV dan imunisasi tidak bioleh ditunda karena hal ini. Setelah diberikan dosis pertama dapat terlindungi secara cepat, sedangkan pada dosis berikutnya akan memberikan perlindungan jangka panjang. Vaksin ini diberikan pada bayi baru lahir, 2,4,6,18, bulan, dan 5 tahun.
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang yang beredar, dan di Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya melalui mulut. Dibeberapa Negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan polio. Imunisasi dasar diberika sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari atau selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi ulang diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT, pmberian imunisasi polio dapat menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomyelitis. Imunisasi polio
Imunnisasi ulang dapt diberikan sebelum anak masuk sekolah (5-6 tahun) dan saat meninggalkan sekolah dasar (12 thun). Cara memberikan imunisasi polio adalah dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung ke dalam mulut anak. Imunisasi ini jangan diberika pada anak yang sedang diare berat, efek samping yng terjai sangat minimal dapat berupa kejang.
·         Vaksin dari virus polio (tipe 1,2,dan 3) Virus polio terdiri atas tiga strain, yaitu strain 1 (brunhilde), strain 2 (lanzig), dan strain 3 (leon).yang dilemahkan, dibuat dalam biakkan sel-vero : asam amino, antibiotic, calf serum dalam magnesium clorida, dan fenol merah.
·         Vaksin yang berbentuk cairan dengan kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet.
·         Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes (0,1 ml)
·         Vaksin polio diberikan 4 kali, interval 4 minggu
·         Ada dua jenis vaksin :
ü  IPV
ü  OPV sabin IgA local
·         Penyimpana pada suhu 2-8ºC
1.       Jumlah Pemberian:
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio massal. Namun jumlah yang berlebihan ini tak akan berdampak buruk. Ingat, tak ada istilah overdosis dalam imunisasi!
2.       Usia Pemberian:
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DTP.
3.       Cara Pemberian:
Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang digunakan adalah OPV.


4.       Efek Samping:
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.
5.       Tingkat Kekebalan:
Dapat mencekal hingga 90%.
6.       Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi (di atas 380C); muntah atau diare; penyakit kanker atau keganasan; HIV/AIDS; sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum; serta anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.
4.      Imunisasi Campak
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena penyakit ini sangat menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali. Waktu pemberian imunisasi campak pada umur 9 – 11 bulan. Cara pemberian imunisasi campak melalui subkutan kemudian efek sampingnya adalah dapat terjadi ruam pada tempat suntikan dan panas.
Imunisasi campak diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap penyakit campak secara aktif. Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin campak diberikan pada umur sembilan bulan, dalam satu dosis 0,5 ml subkutan dalam (IDAI, 2001)
Vaksin campak harus didinginkan. pada suhu yang sesuai (dua sampai delapan derajat celcius) karena sinar matahari atau panas dapat membunuh virus vaksin campak. Bila virus vaksin mati sebelum disuntikkan, vaksin tersebut tidak akan mampu menginduksi respon imun (Wahab dan Julia, 2002).
Imunisasi campak hanya diberikan satu kali suntikan, dimana tubuh anak dirangsang untuk membuat antibody yang menimbulkan kekebalan (Dirjen PPM dan PL, 2000). Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi, mungkin terjadi demam ringan dan tampak sedikit bercak merah pada pipi dibawah telinga pada hari ke tujuh sampai hari ke delapan setelah penyuntikan. Mungkin pula terdapat pembengkakan pada tempat suntikan. Efek samping imunisasi campak diantaranya adalah demam tinggi (suhu lebih dari 39,4ºC) yang terjadi delapan sampai sepuluh hari setelah vaksinasi dan berlangsung selama sekitar 24 48 jam (insidens sekitar dua persen), dan ruam selama sekitar satu sampai dua hari (insidens sekitar dua persen) (Wahab dan Julia, 2002).
Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah anak yang sakit parah, menderita TBC tanpa pengobatan, defisiensi gizi, penyakit gangguan kekebalan, riwayat kejang demam, panas lebih dari 38ºC (Markum, 2002).
a.      Usia & Jumlah Pemberian:
Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).
b.      Efek Samping:
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.
·         Vaksin dari virus hidup (CAM-70 chicchorioallantonik membrane) yang dilemahkan – kanamisin sulfat dan eritromisin berbentuk bekuan kering, dilarutkan dalam 5cc pelarut aquades.
·         Diberikan pada bayi umur 9 bulan oleh karena masih ada antibody yang diperolah dari ibu.
·         Disamping pada suhu 2-8ºC, bisa sampai 20ºC
·         Vaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2-8 ºC
·         Jika ada wabah, immunisasi bisa diberikan pada usia 6 bulan, di ulang 6 bulan kemudian.

5.      Imunisasi Hepatitis B
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinyha penyakit hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair, HBsAg (hepatitis B surface antigen) adalah protein yang dilepaskan oleh virus hepatitis B yang sedang menginfeksi tubuh. Karena itu, protein ini dapat digunakan sebagai penanda atau marker terjadinya infeksi hepatitis B Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis 3 kali, waktu pemberian hepatitis B pada umur 0-11 bulan. Cara pemberian imunisasi hepatitis ini adalah intra muskular.
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap penyakit Hepatitis B. vaksin terbuat dari bagian virus bepatitis B yang dinamakan HbsAg, yang dapat menimbulkan kekebalan tetapi tidak menimbulkan penyakit (Markum, 2002)
Vaksin hepatitis akan rusak karena pembekuan, juga karena pemanasan. Vaksin hepatitis paling baik di simpan pada temperatur dua sampai delapan derajat celcius. Imunisasi hepatitis B diberikan sebanyak tiga kali, dengan jarak antar suntikan empat minggu, diberikan dengan suntikan intramusculer pada paha bagian luar dengan dosis 0,5 ml (Dirjen PPM dan PL, 2000).
Efek samping pemberian imunisasi Hepatitis B diantaranya rasa sakit pada area suntikan yang berlangsung satu atau dua hari, demam ringan dan reaksi alergi yang serius termasuk ruam (Cave & Mitchell, 2003).
a.       Jumlah Pemberian:
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
b.      Usia Pemberian:
Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
c.       Lokasi Penyuntikan:
Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha lewat anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral = otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
d.      Efek Samping:
berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
e.      Tanda Keberhasilan:
Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun; di atas 500, tahan 5 tahun; di atas 200, tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angkanya nol berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.
f.        Tingkat Kekebalan:
Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya, setelah 3 kali suntikan, lebih dari 95% bayi mengalami respons imun yang cukup.
g.       Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat.
·         Vaksin berisi HBsAg murni
·         Diberikn sedini mungkin setelah lahir
·         Suntikan secara intramuscular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml.
·         Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8ºC
·         Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan immunoglobulin hepatitis B 12 jam setelah lahir + hepatitis B

v  Jadwal Imunisasi
http://2.bp.blogspot.com/_hIIZj7TXcH8/Shog2xjmzrI/AAAAAAAAAAM/UNORtes78Sw/s320/tabel.JPG




Sebelum bayi mendapat infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi berilah imunisasi sedini mungkin segera setelah bayi lahir dan usahakan melengkapi imunisasi sebelum bayi berumur satu tahun (Dirjen PPM dan PL, 2000).
Untuk mengurangi ketidaknyamanan pasca imunisasi, dipertimbangkan untuk pemberian parasetamol 15 mg/kgbb pada bayi setelah imunisasi, terutama paska imunisasi DPT. Kemudian dilanjutkan setiap tiga sampai empat jam sesuai kebutuhan, maksimal empat kali dalam 24 jam (IDAI, 2001).
Anak yang mempunyai status imunisasi yang tidak diketahui atau meragukan, misalnya dokumentasi imunisasi yang buruk atau hilang, menyebabkan ketidakpastian tentang imunisasi mana yang sudah atau belum diberikan. Pada. keadaan ini, anak harus dianggap, rentan dan harus diberikan imunisasi yang diperkirakan belum dapat. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pemberian vaksin hepatitis, campak DPT, Polio, akan merugikan penerima yang sudah imun (IDAI, 2001).

C.     IMUNISASI YANG DIANJURKAN
Vaksin-vaksin tersebut adalah Hib, Pneumokokus (PCV), Influenza, MMR, Tifoid, Hepatitis A, dan Varisela.
1.      Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh haemophilus influenza tipe b yang disebabkan oleh bakteri. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis(radang selaput otak), pneumonia (radang paru) dan infeksi tenggorokan. Vaksin ini diberikan 4 kali pada usia 2,4,6 dan 15-18 bulan.
·            Dosis 0,5 ml diberikan Intra Muskular
·            Vaksin dlam bentuk beku kering dan 0,5 ml pelarut dalam semprit
·            Disimpan pada suhu 2-8ºC
·            Imunisasi Hib diberikan secara suntikan dibahagian otot paha.
·            Imunisasi ini diberikan dalam satu suntikan bersama imunisasi Difteria, Pertussis dan Tetanus (DPT). Juga boleh diberikan bersama imunisasi lain seperti imunisasi Hepatitis B. 

2.      Imunisasi Pneumokokus (PCV) 
Jenis imunisasi ini tergolong baru di Indonesia. PCV atau Pneumococcal Vaccine alias imunisasi pneumokokus memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit IPD (Invasive Peumococcal Diseases), yakni meningitis (radang selaput otak), bakteremia (infeksi darah), dan pneumonia (radang paru). Ketiga penyakit ini disebabkan kuman Streptococcus Pneumoniae atau Pneumokokus yang penularannya lewat udara. Gejala yang timbul umumnya demam tinggi, menggigil, tekanan darah rendah, kurang kesadaran, hingga tak sadarkan diri. Penyakit IPD sangat berbahaya karena kumannya bisa menyebar lewat darah (invasif) sehingga dapat memperluas organ yang terinfeksi.
Diperlukan imunisasi Pneumokukus untuk mencekal penyakit ini.

a. Usia & Jumlah Pemberian:
Dapat diberikan sejak usia 2 bulan, kemudian berikutnya di usia 4 dan 6 bulan. Sedangkan pemberian ke-4 bisa dilakukan saat anak usia 12-15 bulan atau ketika sudah 2 tahun.Bila hingga 6 bulan belum divaksin, bisa diberikan di usia 7-11 bulan sebanyak dua dosis dengan interval pemberian sedikitnya 1 bulan. Dosis ke-3 dapat diberikan pada usia 2 tahun. Atau hingga 12 bulan belum diberikan, vaksin bisa di berikan di usia 12-23 bulan sebanyak dua dosis dengan interval sedikitnya 2 bulan.
b.      Efek Samping: Biasanya muncul demam ringan, kurang dari 380c, rewel, mengantuk, nafsu makan berkurang, muntah, diare, dan muncul kemerahan pada kulit. Reaksi ini terbilang umum dan wajar karena bisa hilang dengan sendirinya.
IPD Sepintas KILAS
·         Meningitis
Terjadi peradangan di meninges/membran di sekitar otak dan urat saraf tulang belakang. Selain kuman Pneumokokus, bisa juga disebabkan kuman Haemophilus influenzae type B, tetapi yang paling sering adalah bakteri Pneumokokus. Bila sudah menyerang otak, 17% penderita akan meninggal dalam waktu 48 jam setelah serangan terjadi. Hanya 50% kemungkinan penderita bisa diselamatkan. Awalnya, bakteri ini berkolonisasi di mukosa nasofaring, yakni lapisan di rongga di sekitar hidung dan tenggorokan. Saat daya tahan tubuh anak menurun, bakteri akan masuk ke aliran darah dan mencapai meningen (selaput otak) sehingga terjadilah infeksi.
·         Bakteremia
Bila sudah terjadi infeksi Pneumokokus di dalam aliran darah, maka anak sangat rentan terserang infeksi di organ lain. Gejala yang muncul umumnya menggigil, suhu badan tinggi, rewel, kemerahan pada kulit dan bintik merah. Bila tak ditangani dengan baik, bakteremia akan diikuti dengan sepsis, yakni infeksi di berbagai organ tubuh yang bisa berujung pada kegagalan fungsi organ (multiorgan failure).
·         Pneumonia
Di hari ke-3 serangan akan muncul demam tinggi, menggigil, sakit di dada, sakit perut, kemudian diikuti batuk dan sesak napas. Gejala lain yang bisa muncul adalah tarikan napas yang melebihi angka normal. Pada bayi melebihi 60 tarikan, sedangkan pada anak di atas 1 tahun melebihi 50 tarikan napas. Sekitar 10-20% penderita pneumonia sudah mengalami bakteremia sehingga sulit sekali diobati. Diperkirakan 4 bayi meninggal setiap menit karena penyakit ini.
3.      Vaksin Influenza 
Dapat diberikan setahun sekali sejak umur 6 bulan. Vaksin ini dapat terus diberikan hingga dewasa.
Influenza adalah penyakit infeksi yang mudah menular dan disebabkan oleh virus influenza, yang menyerang saluran pernafasan, virus influenza menyebabkan kerusakan sel-sel selaput lendir saluran pernapasan sehingga penderita sangat mudah terserang kuman lain, seperti pneumokokus, yang menyebabkan radang paru(pneumoni) yang berbahaya.
a.       Usia & Jumlah Pemberian:
Dapat diberikan sejak usia 6 bulan yang kemudian diulang setiap tahun, lantaran vaksinnya hanya efektif selama 1 tahun.
b.      Efek Samping:
Muncul demam ringan antara 6-24 jam setelah suntikan. Atau, muncul reaksi lokal seperti kemerahan di lokasi bekas suntikan. Namun tidak usah khawatir karena reaksi tersebut akan hilang dengan sendirinya.
c.       Tanda Keberhasilan:
Sulit dilihat karena tidak kasat mata.
d.      Tingkat Kekebalan:
Sebagaimana imunisasi lainnya, tingkat proteksi tak sampai 100%. Terlebih pada penyakit influenza, ada kemungkinan virus yang beredar di masyarakat sudah mengalami mutasi (perubahan sifat), atau jenis virus yang sedang menginfeksi anak tak dapat dicegah oleh vaksin influenza yang diberikan.
http://www.conectique.com/i/art/adved_1200888410.jpg
4.      MMR
Memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit Mumps (gondongan/parotitis), Measles (campak), dan Rubella (campak Jerman). Terutama buat anak perempuan, vaksinasi MMR sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya rubela pada saat hamil. Sementara pada anak lelaki, nantinya vaksin MMR mencegah agar tak terserang rubela dan menulari sang istri yang mungkin sedang hamil. Penting diketahui, rubela dapat menyebabkan kecacatan pada janin.
MMR merupakan pengulangan vaksin campak, ditambah dengan Gondongan dan Rubela (Campak Jerman). Diberikan saat anak usia 15 bulan dan diulang saat anak
berusia 6 tahun. Reaksi dari vaksin ini biasanya baru muncul tiga minggu setelah diberikan, berupa bengkak di kelenjar belakang telinga. Untuk mengatasinya, berikan anak obat penghilang nyeri. Patut diperhatikan, jangan langsung membawa pulang anak setelah ia diimunisasi MMR. Tunggulah hingga 15 menit, sehingga jika timbul suatu reaksi bisa langsung ditangani.
1.      usia & Jumlah Pemberian:
Diberikan 2 kali, yaitu pada usia 15 bulan dan 6 tahun. Jika belum mendapat imunisasi campak di usia 9 bulan, maka MMR dapat diberikan di usia 12 bulan, dan diulangi pada umur 6 tahun.
Catatan: Bila orangtua khawatir atau anak menunjukkan keterlambatan bicara dan perkembangan lainnya, pemberian imunisasi MMR dapat ditunda hingga anak berusia 3 tahun. Bila semua proses tumbuh kembangnya tak ada masalah alias normal, vaksin MMR dapat diberikan kepada anak.
2.      Efek Samping:
Beberapa hari setelah diimunisasi, biasanya anak mengalami demam, timbul ruam atau bercak merah, serta terjadi pembengkakan di lokasi penyuntikan. Namun tak perlu khawatir karena gejala tersebut berlangsung sementara saja. Demamnya pun dapat diatasi dengan obat penurun panas yang dosis pemakaiannya sesuai anjuran dokter. MMR = Gondongan, Campak, & Campak Jerman
a)      Gondongan
Penyakit infeksi akut akibat virus mumps ini sering menyerang anak-anak, terutama usia 2 tahun ke atas sampai kurang lebih 15 tahun. Ada beberapa lokasi yang diserang seperti kelenjar ludah di bawah lidah, di bawah rahang, dan di bawah telinga (parotitis). Masa inkubasi sekitar 14-24 hari setelah penularan yang terjadi lewat droplet. Awalnya muncul demam (bisa sampai 39,50C), disertai pusing, mual, nyeri otot atau pegal terutama di daerah leher, lesu dan lemah. Sehari kemudian tampak bengkak di bawah telinga sebelah kanan dan kemudian menjalar ke sebelahnya
Karena gondongan bersifat self-limiting disease (sembuh sendiri tanpa diobati), pengobatan dilakukan sesuai gejala simptomatik. Disamping meningkatkan daya tahan tubuh dengan asupan makanan bergizi dan cukup istirahat. Biasanya dokter juga akan memberi antibiotik untuk mencegah terjadi infeksi kuman lain. Sebenarnya, jika daya tahan tubuh bagus, anak tak akan tertular. Dan jika sudah sekali terkena, gondongan tak akan berulang.
b)     Campak Jerman
Campak Jerman atau rubella berbeda dari campak biasa. Pada anak, campak Jerman jarang terjadi dan dampaknya tak sampai fatal. Kalaupun ada biasanya terjadi pada anak yang lebih besar, sekitar usia 5-14 tahun. Hanya gejalanya yang hampir sama seperti flu, batuk, pilek dan demam tinggi. Nafsu makan penderita juga biasanya menurun karena terjadi pembengkakan limpa. Namun, bercak merah yang timbul tak sampai parah dan cepat menghilang dalam waktu 3 hari.
Merupakan vaksin hidup yang dilemahkan terdiri dari :
·         Measles strain moraten (campak)
·         Mumps strain jeryl lynn (parotitis)
·         Rubella strain RA (campak jerman)
ü  Diberikan pada umur 15 bulan . ulangan umur 12 tahun
ü  Dosis 0,5 ml secara subcutan , diberikan minimal 1 bulan setelah suntikan immunisasi lain.
Kontra indikasi : wanita hamil, imuno compromise, kurang 2-3 bulan sebeelumnya mendapat transfuse darah atau tx immunoglobulin, reaksi anafilaksis terhadap telur.

5.      Tifoid
 Ada 2 jenis vaksin tifoid yang bisa diberikan ke anak, yakni vaksin oral (Vivotif) dan vaksin suntikan (TyphimVi). Keduanya efektif mencekal demam tifoid alias penyakit tifus, yaitu infeksi akut yang disebabkan bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, dan makanan-minuman yang tidak higienis. Dia masuk melalui mulut, lalu menyerang tubuh, terutama saluran cerna.
Gejala khas terinfeksi bakteri tifus adalah suhu tubuh yang berangsur-angsur meningkat setiap hari, bisa sampai 400c. Biasanya di pagi hari demam akan menurun tapi lalu meningkat di waktu sore/malam. Gejala lainnya adalah mencret, mual berat, muntah, lidah kotor, lemas, pusing, dan sakit perut, terkesan acuh tak acuh bahkan bengong, dan tidur pasif (tak banyak gerak). Pada tingkat ringan atau disebut paratifus (gejala tifus), cukup dirawat di rumah. Anak harus banyak istirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan bergizi, dan minum antibiotik yang diresepkan dokter. Tapi kalau berat, harus dirawat di rumah sakit. Penyakit ini, baik ringan maupun berat, harus diobati hingga tuntas untuk mencegah kekambuhan. Selain juga untuk menghindari terjadi komplikasi karena dapat berakibat fatal.
Namun pencegahan tetaplah yang terbaik, terlebih Indonesia merupakan negara endemik penyakit tifus.
a.       Pemberian imunisasi
·         Vaksin suntikan diberikan satu kali kepada anak umur 2 tahun dan diulang setiap 3 tahun. Pengulangan ini perlu mengingat serangan penyakit tifus bisa berulang, ditambah banyaknya lingkungan yang tidak higienis dan kurang terjaminnya makanan yang dikonsumsi anak
·         Sementara vaksin oral diberikan kepada anak umur 6 tahun atau lebih.
b.      Efek samping
Kemerahan di tempat suntikan. Juga bisa muncul demam, nyeri kepala/pusing, nyeri sendi, nyeri otot, nausea (mual), dan nyeri perut Umumnya berupa bengkak, nyeri, ruam kulit, dan (jarang dijumpai). Efek tersebut akan hilang dengan sendirinya.

6.      Imunisasi varisela
Berfungsi memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, komplikasinya infeksi kulit dan bisa infeksi di otak. Vaksin ini diberikan pada anak usia 1-13 tahun 1 kali dan lebih dari 13 tahun 2 kali.
Vaksin varicella (vaRiLirix) berisi virus hidup strain OKA yang dilemahkan. Bisa diberikan pada umur 1 tahuh , ulangan umur 12 tahun. Vaksin diberikan secara subcutan penyimpanan suhu 2-8ºC
Memberikan kekebalan terhadap cacar air atau chicken pox, penyakit yang disebabkan virus varicella zooster. Termasuk penyakit akut dan menular, yang ditandai dengan vesikel (lesi/bintik berisi air) pada kulit maupun selaput lendir. Penularannya sangat mudah karena virusnya bisa menyebar lewat udara yang keluar saat penderita meludah, bersin, atau batuk. Namun yang paling potensial menularkan adalah kontak langsung dengan vesikel, yaitu ketika mulai muncul bintik dengan cairan yang jernih. Setelah bintik-bintik itu berubah jadi hitam, maka tidak menular lagi.
Awalnya, anak mengalami demam sekitar 3-7 hari tapi tidak tinggi. Barulah kemudian muncul bintik-bintik. Meski dapat sembuh sendiri, anak tetap perlu dibawa ke dokter. Selain untuk mencegah bintik-bintik tidak meluas ke seluruh tubuh, juga agar tak terjadi komplikasi yang bisa berakibat fatal. Sebaiknya penderita dipisahkan dari anggota keluarga lainnya untuk mencegah penularan. Minta anak untuk tidak menggaruk agar tak menimbulkan bekas luka. Atasi rasa gatalnya dengan bedak yang mengandung kalamin. Tingkatkan daya tahan tubuhnya dengan asupan makanan bergizi.
a.      Usia & Jumlah Pemberian:
Diberikan sebanyak 1 kali yakni pada usia antara 10-12 tahun.

b.      Efek Samping:
Umumnya tak terjadi reaksi. Hanya sekitar 1% yang mengalami demam.
c.       Tingkat Kekebalan:
Efektivitasnya bisa mencapai 97%. Dari penelitian terhadap 100 anak yang diimunisasi varisela, hanya 3 di antaranya yang tetap terkena cacar air, itu pun tergolong ringan.
Vaksin ini tidak diwajibkan dengan pertimbangan bahwa penyakit tifus tidak berbahaya pada anak dan jarang menimbulkan komplikasi. Gejala penyakit yang khas adalah demam tinggi yang dapat berlangsung lebih dari 1 minggu disertai dengan lidah yang tampak kotor, sakit kepala, mulut kering, rasa mual, lesu, dan kadang-kadang disertai sembelit atau mencret. Ada 2 jenis vaksin demam tifoid, yaitu vaksin oral (Vivotif) dan vaksin suntikan (TyphimVi). Vaksin suntikan diberikan sekali pada anak umur 2 tahun dan diulang setiap 3 tahun. Vaksin oral diberikan pada anak umur 6 tahun atau lebih. Kemasan vaksin oral terdiri dari 3 kapsul yang diminum sekali sehari dengan selang waktu 1 hari.

7.      Hepatitis A
Imunisasi inidapat diberikan pada anak usia di atas 2 tahun. Immunisasi diberikan pada daerah kurang terpajan, pada anak umur > 2 tahun, Immunisasi dasar 3x pada bulan ke 0, 1, dan 6 bulan kemudian, dosis vaksin (Harvix-inactivated virus strain HM 175) 0,5 ml secara IM di daerah deltoid. Reaksi yang terjadi kadang demam, lelah, lesu, mual dan hilang nafsu makan. Efek samping Umumnya, tak menimbulkan reaksi. Namun, meski sangat jarang, dapat muncul rasa sakit pada bekas suntikan, gatal, dan merah, disertai demam ringan. Reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari
D.    SYARAT PEMBERIAN IMUNISASI
Paling utama adalah anak yang akan mendapat imunisasi harus dalam kondisi sehat. Sebab pada prinsipnya imunisasi itu merupakan pemberian virus dengan memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri ke dalam tubuh, dan kemudian menimbulkan antibodi (kekebalan). Nah, untuk membentuk kekebalan yang tinggi, anak harus dalam kondisi fit. Jika anak dalam kondisi sakit maka kekebalan yang terbentuk tidak bagus.
Imunisasi tidak boleh diberikan hanya pada kondisi tertentu misalkan anak mengalami kelainan atau penurunan daya tahan tubuh misalkan gizi buruk atau penyakit HIV/AIDS atau dalam penggunaan obat obatan steroid, anak diketahui mengalami reaksi alergi berat terhadap imunisasi tertentu atau komponen imunisasi tertentu.















Umur
vaksin
Keterangan
Saat lahir
Hepatitis B-1
HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
Polio-0
Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/RS polio oral diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain)
1 bulan
Hepatitis B-2
Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan.
0-2 bulan
BCG
BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada umur > 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu dan BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
2 bulan
DTP-1
DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat dipergunakan DTwp atau DTap. DTP-1 diberikan secara kombinasi dengan Hib-1 (PRP-T)
Hib-1
Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib-1 dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-1.
Polio-1
Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1
4 bulan
DTP-2
DTP-2 (DTwp atau DTap) dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T).
Hib-2
Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-2
Polio-2
Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2
6 bulan
DTP-3
DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3 (PRP-T).

Hib-3
Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak perlu diberikan
Polio-3
Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3
Hepatitis B-3
HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun optimal, interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.
9 bulan
Campak-1
Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan program BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun. Apabila telah mendapatkan MMR pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu diberikan.
15-18 bulan
MMR
Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan.
Hib-4
Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP).
18 bulan
DTP-4
DTP-4 (DTwp atau DTap) diberikan 1 tahun setelah DTP-3.
Polio-4
Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-4.
2 tahun
Hepatitis A
Vaksin HepA direkomendasikan pada umur > 2 tahun, diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan.
2-3 tahun
Tifoid
Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur > 2 tahun. Imunisasi tifoid polisakarida injeksi perlu diulang setiap 3 tahun.
5 tahun
DTP-5
DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)
Polio-5
Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5.
6 tahun.
MMR
Diberikan untuk catch-up immunization pada anak yang belum mendapatkan MMR-1.
10 tahun
dT/TT
Menjelang pubertas, vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan untuk mendapatkan imunitas selama 25 tahun.
Varisela
Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.




















Daftar Puataka

Marimbi, Hanung. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada Balita. Nuha Medika : Yogyakarta